Tahu Hutan Mangrove Bali Mati, Koster Langsung Ultimatum Pelindo III

MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Gubernur Bali Wayan Koster meminta PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III untuk segera menghentikan reklamasi di areal seluas 85 hektar di sekeliling Pelabuhan Benoa. Penghentian ini karena pengurukan wilayah laut itu telah menyebabkan hancurnya ekosistem bakau seluas 17 hektar serta memicu terjadinya sejumlah pelanggaran.

Permintaan itu disampaikan Gubernur Koster dalam surat resmi kepada Direktur Utama Pelindo III yang juga ditembuskan kepada Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, serta Menteri Agraria dan Penataan Ruang. 

Pada butir (a) surat itu Gubernur Koster meminta Pelindo III agar tidak melanjutkan kegiatan reklamasi dan pengembangan di areal Dumping I dan Dumping II  sejak surat itu diterima. Selanjutnya pada butir (b) Pelindo III diminta untuk segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan dan ekosistem mangrove. Pada butir (c) Gubernur Koster meminta agar Pelindo III segera melakukan penataan areal Dumping I dan Dumping II sehingga areal tersebut tertata dengan baik.

Pada butir (c) ini pula Gubernur Koster menegaskan bahwa sesudah ditata areal tersebut hanya boleh digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penegasan ini tentunya akan mengubur rencana awal Pelindo III untuk membangun berbagai fasilitas penunjang pelabuhan serta fasilitas komersial di atas lahan hasil pengurukan. Sedianya, sebagian areal hasil pengurukan juga akan digunakan untuk pengembangan Marine Tourism Hub bagi kota Denpasar.

Sedangkan pada butir terakhir (d) Gubernur Koster meminta Pelindo III untuk melakukan kaji ulang terhadap Rencana Induk Pengembangan (RIP) Pelabuhan Benoa agar memperhatikan tatanan yang sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Keluarnya surat ini dipicu oleh ditemukannya sejumlah pelanggaran dalam pengurukan lahan serta kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut.

Berdasarkan dokumen yang ada, reklamasi yang dilakukan oleh Pelindo III terhadap lahan seluas 85 Ha yang terdiri atas lokasi Dumping I seluas 38 Ha dan lokasi Dumping II seluas 47 Ha telah dilakukan melalui proses administrasi mulai tahun 2012, kegiatan pelaksanaan pengembangan mulai tahun 2017, dan pada saat ini sedang berjalan dengan capaian progress 88,81%.

“Dampak lingkungan yang terjadi berupa rusaknya lingkungan yang sangat parah dan mengakibatkan kematian vegetasi hutan mangrove beserta ekosistem lainnya seluas +17 Ha berlokasi di Timur Laut lokasi Dumping II. Kondisi tersebut terjadi karena ada pelanggaran pengerjaan teknis yaitu tidak dibangunnya tanggul penahan/revetment dan tidak dipasangnya Silt Screen sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) pada dokumen AMDAL,” papar Gubernur Koster.

Selain itu kegiatan pengembangan yang semakin meluas mengakibatkan terganggunya wilayah yang disucikan dan hilangnya keindahan alam di kawasan perairan Teluk Benoa, sehingga telah mendapat protes dan reaksi dari berbagai komponen masyarakat.

Pelanggaran-pelanggaran serta kerusakan vegetasi mangrove ini ditemukan oleh Tim Monitoring dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali.

“Sejak Februari 2019, Tim Monitoring sudah melakukan empat kali kunjungan lapangan dan menemukan sejumlah pelanggaran serta kerusakan lingkungan. Temuan ini telah kami laporkan kepada Bapak Gubernur,” ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Teja. 

Pasalnya kegiatan reklamasi dalam perluasan pelabuhan Benoa tersebut, tidak sejalan dengan visi Pembangunan Daerah Bali yaitu “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang berorientasi menata secara  fundamental dan komprehensif pembangunan Bali yang mencakup tiga aspek utama: Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali. 

“Sejalan dengan visi tersebut, DPRD Provinsi Bali telah mengesahkan Revisi PERDA No.16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali yang telah menegaskan bahwa Teluk Benoa adalah merupakan Kawasan Konservasi,” tegas gubernur yang juga adalah Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu. 

Oleh karena itu, Gubernur Koster menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan Pengembangan Kawasan Pelabuhan Benoa sebagai Marine Tourism Hub di Kota Denpasar tidak sesuai dengan Visi Pembangunan Daerah Bali.

“Perlu dipahami bahwa segala dampak akibat pelaksanaan pembangunan di wilayah Provinsi Bali yang mengganggu keseimbangan dan kesucian Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali pada akhirnya merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota Se-Bali,” pungkasnya.

Sementara itu, VP Corcom Pelindo III, Wilis Aji menyampaikan klarifikasi dan pernyataan terkait surat yang dilayangkan oleh Gubernur Bali.

“Sampai sekarang Pelindo III belum menerima surat secara resmi, nanti setelah menerima kami akan mempelajari terkait isi surat tersebut. Namun perlu diketahui bahwa Pelindo III membangun pelabuhan benoa tersebut semata-mata untuk mengembangkan pariwisata di bali yang pada akhirnya untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat Bali akibat multiplayer effect dari wisatawan yang masuk ke Bali melalui pelabuhan,” sanggahnya saat dikonfirmasi oleh MENARAnews.

Selain itu Pelindo III, juga berupaya mengajak Pemprov Bali untuk bersama-sama menemukan win win solution terkait proyek pembangunan pelabuhan Benoa yang sudah terlanjur berjalan.

“Pelindo III juga siap bekerjasama bersama pemprov Bali dan semua lapisan masyarakat Bali untuk menyesuaikan pembangunan di Benoa agar sesuai dengan harapan masyarakat Bali,” tutupnya. (DI)

 

Editor: N.Arditya