MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Pembahasan Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) terkait rencana pembangunan Pusat Kebudayaan Bali Terpadu yang akan di bangun di Kabupaten Klungkung kembali dilanjutkan dalam Rapat pembahasan di Gedung Sad Kerthi kantor DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Provinsi Bali, dengan dipimpin langsung oleh I Made Teja selaku ketua DLHK, Kamis (3/12/2020).
Dalam rapat tersebut, terkuak bahwa lokasi Pusat Kebudayaan Bali Terpadu (PKBT), dikepung 4 bencana yang berpotensi tinggi, yakni gempabumi, tsunami, likuifaksi dan gunung api.
Sekjen Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali (FRONTIER Bali), Natri Krisnawan dan perwakilan dari WALHI Bali, I Made Juli Untung Pratama, SH. M.Kn bersama Made Krisna Dinata, S.Pd. WALHI Bali menegaskan bahwa kawasan PKBT merupakan kawasan rawan bencana tinggi gempabumi, tsunami, likuifaksi dan gunung api.
Made Juli Untung Pratama, menjelaskan, berdasarkan data Pusat Studi Gempa Nasional tahun 2017, Bali merupakan salah satu titik dari 16 titik gempa megathrust di Indonesia. Zona megathrust tersebut berpotensi menghasilkan gempa berkekuatan 8,5 hingga 9,0, atau mungkin serangkaian. Namun penjelasan mengenai hal tersebut tidak ada dalam Andal dan RKL/RPL poyek. Sehingga ia mempertanyakan keabsahan dokumen Andal dan RKL/RPL tersebut.
“Penjelasan mengenai Bali merupakan Zona Megathrust tidak ada,” ujarnya.
Terkait dengan likuifaksi, tsunami, dan gunung api, untung pratama menambahkan, terkait bencana gunung api, lokasi proyek berada di Kawasan rawan Bencana I, yang berpotensi lontaran material KRB, berpotensi terhadap lontaran batu (pijar) dengan diameter 10 mm dan hujan abu lebat, perluasan aliran awan panas dan longsoran tebing terutama jika letusannya semakin membesar, serta berpotensi tinggi banjir lahar dingin. Lebih jauh, ia menambahkan, berdasarkan list desa kelas bahaya sedang dan tinggi tsunami, yang diterbitkan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Badan Nasional Penanggulangan bencana menyatakan lokasi proyek yang terletak di Desa Tangkas, Desa Gunaksa, Desa gegel, dan Desa Jumpai termasuk dalam list bahaya tinggi tsunami. Apabila gempa dengan magnitudo 9,1 SR terjadi, diperkirakan berpotensi menimbulkan tsunami setinggi 20 meter di sepanjang pantai Bali.
“Termasuk pantai yang berada dekat dengan lokasi proyek,” tegasnya.
Ia meminta agar Pemprov Bali mempertimbangkan kembali rencana pembangunan PKBT di lokasi tersebut, karena lokasi tersebut potensi rawan bencananya tinggi. Ia juga menegaskan apabila PKBT dibangun dengan sesuai peraturan perundang-undangan serta berada di luar kawasan bencana, maka Pusat Kebudayaan terpadu Bali dapat menjadi contoh untuk menampar proyek-proyek yang dilakukan dengan bertentangan dengan melawan hukum dan mengabaikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana. Pembangunan PKBT dapat menjadi rujukan untuk proyek-proyek pembangunan lainnya. Apabila dipaksakan di lokasi saat ini, maka dipastikan selain berpotensi terjadi kerugian materiil, imateriil pembangunan, PKBT justru berpotensi menimbulkan korban jiwa.
“Kami berharap tanggapan kami dapat dijadikan pertimbangan,” ujarnya.
Segala usul secara tertulis kemudian diserahkan FRONTIER Bali didampingi WALHI Bali, dan diterima langsung oleh pimpinan rapat dan sekaligus Kepala DLHK Provinsi Bali.
Kepala DLHK Bali, menerima segala masukan dari WALHI Bali dan FRONTIER Bali, sekaligus mempertimbangkan segala masukan yang diberikan.
“Diperlukan kehati-hatian, pertimbangan dan kajian lebih lanjut dalam rencana pembangunan PKBT di Klungkung, sehingga belum bisa memberikan jawaban atas saran/masukan dari WALHI,” tutup Made Teja. (*)
Editor: N. Arditya