Tak Hanya Investor, Pemprov Bali pun Terlibat Konflik Agraria atas Tanah Masyarakat

MENARAnews.com, Denpasar (Bali) –  Permasalahan pertanahan atau agraria yang menjadi sengketa berkelanjutan antara hak kepemilikan tanah milik masyarakat, milik pemerintah daerah dan milik investor masih belum tuntas terkait kejelasannya meskipun program reforma agraria sejati  telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017 Tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018. Menanggapi permasalahan tersebut, Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Bali berupaya mengajak Pemerintah dan dinas terkait untuk duduk bersama masyarakat dalam diskusi Hari Tani Nasional pada 24 September 2019, di Dusun Sendang Pasir, Kabupaten Buleleng. Kuasa Hukum Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Bali, Agus Samijaya, sekaligus sebagai salah satu penggagas kegiatan diskusi tersebut menyebut, keberadaan konflik agraria tersebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Bali. Hal itu diterangkannya usai melakukan konferensi pers di Denpasar, Rabu (18/9/2019).

Dikatakan bahwa, ada dua “musuh” utama yang dihadapi oleh masyarakat dalam berkonflik, yakni pemerintah dan investor.

“Keberadaan konflik agraria tersebut lebih banyak berhadapan dengan pemerintah daerah (Pemda),” lugasnya.

Konflik ini terjadi karena pihak pemerintah provinsi (Pemprov) sendiri mengklaim tanah masyarakat adalah aset miliknya. Beberapa masyarakat di Bali yang tengah mengalami konflik agraria dengan pihak Pemprov Bali diantaranya Desa Sumber Klampok dan masyarakat Sendang Pasir Desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.

Selain itu juga Desa Kali Unda Klungkung, Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung.

Sementara Dusun Selasih, Desa Puhu Kecamatan Payang, Ubud Gianyar dan masyarakat Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan tengah berkonflik dengan investor.

Agus menyebut, meskipun beberapa desa berkonflik dengan para investor tetapi jangan dilupakan bahwa ada peran Pemprov juga dalam menerbitkan perijinannya.

“Ini kan walau kasat mata dengan investor, problemnya sebenarnya perijinan itu yang mengeluarkan kan Pemprov. Ada suatu konspirasi juga menurut saya,” tuturnya.

Dengan terbitnya ijin tersebut, Agus menilai bahwa pemerintah daerah sendiri belum mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

“Kalau berpihak kepada rakyat seharusnya tidak dikeluarkan ijin-ijin itu, begitu tahu bahwa ada masyarakat yang mengelola tanah itu,” tegasnya.

Dijelaskan, bahwa data sebaran konflik agraria di Bali yang masuk ke KPA Wilayah Bali masuk dari masyarakat sendiri.

Selain beberapa desa tersebut, Agus mengaku telah mengadvokasi masyarakat yang mengalami konflik agraria seperti di Gilimanuk, Tukadaya, Pekutatan Kabupaten Jembrana; Bukit Abuan Karangasem.(DI)

 

Editor: N. Arditya