MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Keberadaan transportasi online yang dianggap meresahkan pelaku transportasi konvesional terus menjadi polemik berkepanjangan ditengah para pelaku transportasi di Bali.
Maraknya transportasi online di Bali membuat jumlah transportasi konvensional di Bali menurun lebih dari 60 persen termasuk pendapatannya juga menurun sekitar 60 persen dengan rata-rata Rp. 150.000,- per taxi setiap harinya. “Hal tersebut disebabkan perang tarif yang tidak sebanding, untuk taxi konvensional buka pintu sudah dikenakan tarif Rp. 7.000,- dan dikenakan Rp. 6.500,- per Kilometer. Sedangkan untuk untuk transportasi online hanya dikenakan tarif setiap Kilometernya sekitar Rp. 3.500,- hingga 6.500,- dan ditentukan oleh operator,” sebut Wakil Ketua III Organda Bali, Wayan Pande Sudirtha, saat ditemui di Denpasar beberapa hari lalu.
Pada Juli 2018, telah dilakukan Musyawarah Kerja Daerah (Mukerda) Angkutan Umum di Bali dan sepakat bahwa harus ada persamaan tarif angkutan antara angkutan konvensional dengan angkutan online di Bali yang diatur dalam Peraturan Daerah. “Kami tidak alergi dengan angkutan online namun kami dibenturkan penetapan tarif dimana angkutan konvensional ditetapkan oleh SK Gubernur, sedangkan angkutan online ditentukan oleh Dirjen Perhubungan. Sehingga kami meminta tarif angkutan ditetapkan oleh daerah masing-masing sesuai kondisi daerah”, jelas pria yang juga menjadi Ketua Koperasi Jasa Angkutan Taxi (Koptax) Ngurah Rai ini.
Hal tersebut juga telah disampaikan pada saat mendukung Cagub, I Wayan Koster ketika masa kampanye. Pihaknya menyerap aspirasi tersebut dan apabila terpilih akan melakukan pengajuan tarif antara angkutan konvensional dengan angkutan online. “Setelah Gubernur Terpilih, I Wayan Koster dilantik, maka kami bersama paguyuban Transportasi Bali Bersatu (TBB) berencana akan menghadap kepada Gubernur yang baru untuk berdialog terkait persoalan ini,” pungkasnya. (NN)
Editor: N. Arditya