MENARANews – (Demak) Menyikapi disahkannya UU Cipta Kerja (Omnibus Law) ratusan buruh PT. Bahana Buana Box yang beralamat di Jl. Pantura KM 16, Karangtengah, Demak menggelar doa bersama,Selasa (6/10/2020).
Hal tersebut bertujuan sebagai bentuk keprihatinan atas disahkan UU yang dianggap tidak pro pada buruh sekaligus berharap agar UU tersebut dapat diubah, seperti yang diutarakan koordinator massa, Poyo Widodo, ketua PUK PT Bahana Buana Box, Demak.
Ia menyampaikan bahwa rencana sebelumnya para karyawan akan berencana menggelar orasi di depan pintu gerbang pabrik, namun dikarenakan tidak mendapatkan ijin dari Kepolisian sekaligus berbenturan dengan aturan protokol kesehatan COVID-19, maka kegiatan tersebut dialihkan dengan doa bersama.
“Karena tidak mendapat ijin, akhirnya kita bentuk aksi doa bersama di dalam perusahaan, yang diikuti 300-an karyawan dari shift satu dan tiga,” kata terang Poyo
Poyo menjelaskan, upaya tersebut akan dilakukan selama tiga hari sesuai perintah pimpinan pusat Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (SP KEP) dari tanggal 6-8 Oktober 2020. Kendati demikian, pihaknya akan melihat situasi lebih lanjut, terkait komunikasi dengan perusahaan.
“Kita mulai hari ini. Lalu kita lihat komunikasi selanjutnya dengan perusahaan. Jika diperbolehkan, kita akan gelar doa bersama kembali. Soalnya tadi juga sempat dipanggil oleh perusahaan,” jelas Poyo yang juga Wakil Ketua DPC Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (KEP) Demak.
Pihaknya mengatakan akan terus melakukan perlawanan terkait Omnibus Law, salah satunya dengan rencana mengikuti aksi demo besar-besaran di Jakarta.
“Rencana besok (7/10) kita satu bus ke Jakarta. Namun kita menunggu apakah diizinkan masuk ke Jakarta atau tidak (terkait protokol kesehatan),” tuturnya.
Poyo menjelaskan, bahwa penolakan ini harus terus digelorakan, karena pengesahan ini sangat berdampak bagi buruh, seperti halnya Ia mencontohkan terkait pesangon dan karyawan kontrak.
“Pesangon bagi karyawan yang semula dari 32 bulan turun menjadi 25 bulan, itu pun dibagi, 19 bulan dari perusahaan dan 6 bulannya dari BPJS. Kemudian tenaga kontrak itu sangat jelas mengkhawatirkan. Masa depan kita tidak jelas. Kepastian kita dalam bekerja tidak ada. Hampir 70 persen di negeri kita pegawai kontrak,” jelas Poyo yang sudah bekerja 25 tahun di perusahaan tersebut.
Dalam orasi di hadapan ratusan karyawan tersebut Poyo menimta agar tidak berhenti menolak omnimbus law dan berharap semoga DRR RI dan pemerintah membuka hati untuk bisa mengkaji kembali UU Omnibus Law yang sudah disahkan.
Aksi doa bersama ini, lanjutnya, sebagai bukti bahwa di daerah pun juga melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang sudah tidak berfihak ke rakyat khususnya para pekerja.
“Jadikanlah negara yang berkeadilan sosial bukan jadi budak di negri sendiri. semangat! Tolak Omnibus Law sampek matek!,” tegasnya yang diikuti tepuk tangan ratusan buruh. (NSN)