Dianggap Cacat Prosedural, Koalisi Rakyat Bali (KIRAB) Turun Menolak UU Omnibuslaw

MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Puluhan orang yang tergabung dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH Bali), Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali, Front Mahasiswa Indonesia, Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN) Bali, Perpustakaan Jalanan dan Mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Bali (Kirab), melakukan aksi penolakan RUU Omnibus Law, di Denpasar, Bali, Kamis (6/2/2020).

Dimulai di parkir timur Lapangan Puputan Renon, Denpasar, Bali sebagai titik kumpul, masa aksi berangkat menuju depan monumen Bajra Sandhi Renon dan melantunkan lagu Indonesia Raya.

Lalu mereka bergerak menuju depan kantor Gubernur Bali dan melakukan orasi. Peserta aksi membawa berbagai macam poster bersisi tuntutan mereka. Seperti kalimat “Jutaan orang tidak menyadari omnibus law bikin rakyat tambah miskin” atau adapula “Investasi bangkit buruh menjerit”.


Humas Aksi KIRAB, Ni Kadek Vany Primaliraning mengatakan omnibus law secara eksklusif memang dibuat untuk lebih mengutamakan posisi investor atau korporasi ketimbang perlindungan terhadap hak demokrasi dan konstitusional rakyatnya.

“Proses penyusunannya yang sangat tertutup, tidak menerapkan prinsip-prinsip demokratis serta hanya melibatkan pengusaha mencerminkan semakin acuhnya pemerintah terhadap perlindungan HAM,” katanya.

Ia menyebut RUU ini sangat berbahaya karena bersifat multisektor mengatur soal perizinan, kehutanan, lingkungan hingga perburuhan, dengan jangka waktu penyusunan yang dikebut.

Apalagi partisipasi publik ditiadakan, padahal hal ini menjadi salah satu prosedur mutlak bagaimana melakukan penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No 11 tahun 2012 tentang Peraturan Perundang-Undangan.

Ada enam tuntutan dari yang dibawa oleh KIRAB yaitu pertama, menolak RUU Omnibus Law, kedua menuntut pemerintah menerapakan prinsip-prinsip demokrasi dan perlindungan HAM. Kemudian yang ketiga menentang perampasan ruang hidup, perusakan lingkungan dan perbudakan modern secara masif dan sistematis. Keempat, menolak adanya tindakan represi dari aparat terhadap buruh, kelompok rentan dan organisasi masyarakat lainnya. Lalu kelima, mendorong segera diberlakukannya RUU Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Provinsi Bali. Dan terakhir, mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian Bali dan memperjuangkan Kesejahteraan Buruh.

Masa aksi berharap Gubernur Bali menyampaikan penolakan mereka terhadap pembuatan aturan oleh DPR dan presiden ini.

“Kami meminta Gubernur Bali untuk sepakat menolak Omnibus law, juga menyampaikan tuntutan kami ke presidan dan DPR, kami menolak presiden mengeluarkan Supres, agar DPR tidak melanjutkan pembahasan RUU. Omnibus law yang dikebut sudah cacat dan itu hanya menguntungkan investor,” harapnya.(DI)

 

Editor: N. Arditya