Surati Kepala BMKG, ForBali Kejar Keseriusan Presiden Larang Megaproyek di Wilayah Rawan Bencana

MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – ForBali bersama Walhi Bali kembali mencoba mengirimkan surat terbuka kepada Kepala Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berkaitan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan pelarangan pengerjaan proyek pembangunan pada daerah rawan bencana gempa ataupun banjir. Terhadap aksi berkirim surat tersebut ForBali bersama Walhi Bali menggelar konferensi pers di Sekretariat Walhi Bali, Jl. Dewi Madri IV No.2, Denpasar, Kamis (12/9/2019).

Meski sebelumnya surat terbuka ForBali kepada Presiden Joko Widodo tak kunjung mendapat respon balasan, pernyataan Presiden Joko Widodo pada 23 Juli 2019 melalui akun twitternya menyatakan “Indonesia berada di kawasan cincin api rawan bencana. Jadi, kalau di satu lokasi di daerah rawan gempa atau banjir, ya harus tegas disampaikan: jangan dibangun bandara, bendungan, perumahan. Lalu, pendidikan kebencanaan harus disampaikan secara masif kepada masyarakat”, terus menjadi landasan kuat ForBali untuk menuntut aksi nyata Presiden.

Pernyataan tersebut sebetulnya sangat ditunggu oleh seluruh rakyat yang kawasannya berada di kawasan rawan bencana termasuk di Bali dan ForBALI dalam hal ini yang sedang mengadvokasi di daerah Bali Selatan khususnya di Teluk Benoa dan sekitarnya.

Didalam suratnya, ForBALI menyampaikan data dari Profesor Kerry Sieh, Direktur Earth Observatory of Singapura yang telah mempelajari megathrust dari sisi barat Sumatera dan turun melalui Jawa dan Bali. Data tersebut menunjukkan bahwa Bali selatan memiliki potensi gempa besar atau bahkan serangkaian gempa besar sekitar magnitudo-8,5 hingga 9,0 di masa depan.

Berdasarkan publikasi dari Pusat Studi Gempa Nasional tahun 2017, Bali selatan merupakan salah satu titik dari 16 titik gempa megathrust di Indonesia. Bahkan Pakar Tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko menyebutkan ada segmen-segmen megathrust di sepanjang selatan Jawa hingga ke Sumba, di sisi timur dan di selatan Selat Sunda. Akibatnya, ada potensi gempa megathrust dengan magnitudo 8,5 hingga 8,8.

Selain berpotensi gempa bumi dan tsunami, kawasan Perairan Teluk Benoa dan sekitarnya juga rawan likuifaksi, analisis potensi bahaya likuifaksi dan penurunan di daerah ini menunjukkan bahwa hampir semua titik pengujian mengindikasikan terjadinya likuifaksi dan penurunan berdasarkan skenario gempabumi dengan magnitude 7.2 SR. Dalam zona kerentanan potensi likuifaksi ini mengacu dari Iwasaki dkk 1982, maka dapat dibagi menjadi kerentanan rendah dengan indeks likuifaksi 0 – 5m, yang tersebar di Bandara Ngurah Rai, Kedonganan, tinggi dengan indeks 5 – 15 m di Tuban dan sangat tinggi > 15 m di daerah Tanjung Benoa – Serangan.

Dalam daftar desa kelas bahaya sedang dan tinggi tsunami, yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) disebutkan, Di Bali khususnya di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta dan Denpasar Selatan, terdapat 19 Desa/Kelurahan yang terkategori dalam kelas bahaya tinggi tsunami diantaranya adalah Kedonganan, Tuban, Kuta, Legian, Seminyak, Pecatu, Ungasan, Kutuh, Benoa, Tanjung Benoa, Jimbaran di Kabupaten Badung. Pemogan, Pedungan, Sesetan, Serangan, Sidakarya, Sanur Kauh, Sanur Dan Sanur Kaja di Kota Denpasar.

Saat ini, menurut ForBALI terdapat 4 proyek besar di kawasan rawan bencana di Bali, yakni rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar, perluasan Pelabuhan Benoa dengan cara reklamasi, perluasan bandara dengan cara reklamasi seluas 147, 45 Ha termasuk rencana pembangunan Bali sport hub yang diwacanakan oleh Bupati Badung seluas 50 hektar.

“Keempat proyek tersebut secara administrasi berada di Desa/Kelurahan di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta dan Denpasar Selatan yang berdasarkan data BNPB masuk ke dalam desa dengan kelas bahaya tinggi tsunami,” tegas Divisi Politik ForBali, Suriadi Darmoko.

Atas pertimbangan Bali sebagai kawasan rawan bencana seperti fakta-fakta yang telah disebutkan, ForBali meminta BMKG segera menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo dengan mengambil tindakan untuk segera menerbitkan larangan pembangunan megaproyek baik infrastruktur maupun properti di kawasan pesisir laut, khususnya di pesisir Kota Denpasar dan Kabupaten Badung yang masuk ke dalam wilayah dengan kelas tinggi bahaya tsunami, kawasan rawan gempa bumi, dan likuifaksi. Kemudian menerbitkan rekomendasi kepada kementerian tekait dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memastikan agar ke empat proyek yang berada di kawasan rawan bencana yakni perluasan Pelabuhan Benoa dan Bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi, rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar, dan rencana reklamasi untuk pembangunan bali sport hub/sport tourism destination dibatalkan atau tidak dilanjutkan. Dan terakhir menerbitkan surat rekomendasi kepada Gubernur Bali termasuk kepada Pokja RZWP3K untuk mengeluarkan mega proyek perluasan Pelabuhan Benoa dan Bandara Ngurah Rai dari dokumen RZWP3K yang secara faktual berada di wilayah dengan kelas tinggi bahaya tsunami, kawasan rawan gempa bumi, dan likuifaksi.

“Pokok pentingnya terletak pada penghentian dari reklamasi megaproyek di Bali, khusunya Pelabuhan Benoa, yang sudah jelas berdampak pada kerusakan hutan mangrove di Bali,” lugasnya.

Terkait surat terbuka yang kali ini diarahkan pada Kepala BMKG, guna menindaklanjuti pernyataan Presiden Joko Widodo terhadap pelarangan pembangunan di Wilayah rawan bencana, diharapkan dapat direspon dan ditanggapi lebih serius.

“Diharapkan surat terbuka yang dikirimkan kali ini dapat ditindaklajuti,” harapnya. (DI)

 

Editor: N. Arditya