MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Menanggapi surat Gubernur Bali yang menginstruksikan pemberhentian pembangunan Pelabuhan Benoa, Pihak Pelindo III melakukan klarifikasi pada media dengan mengajak berkeliling di sekitar area pengerjaan proyek tersebut. Sembari berkeliling, Wilis Aji Wiranata selaku Vice President Corporate Communication PT Pelabuhan Indonesia lll (Persero) Bali, mengutarakan bahwa Pelindo III yang mengelola Pelabuhan Benoa memenuhi permintaan Gubernur Bali Wayan Koster untuk menghentikan reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa, Bali.
“Perhari ini kami memang hentikan semua kegiatan di dumping 1 dan dumping 2 sesuai instruksi Bapak Gubernur sambil kita menunggu perkembangan lebih lanjut untuk sambil kita menjalin komunikasi dengan pihak Pemprov Bali,” ungkapnya di Areal Proyek Pembangunan Pelabuhan Benoa, Senin (26/8/2019).
Wilis juga menjelaskan, untuk proyek di kawasan Pelabuhan Benoa sudah berjalan 95 persen perbulan Agustus 2019, yaitu di area dumping 1 dan 2 dan kurang lebih biayanya yang dikeluarkan mencapai 500 miliar. Namun bila dihentikan pihaknya belum memastikan berapa kerugian adanya pengentian proyek tersebut.
“Proyek per Agustus sudah 95 persen dumping area 1 dan 2. (Kerugian) kita belum kearah berapa karena sudah 95 persen. Kurang lebih biayanya yang dibutuhkan 500 miliar. Iya (tepakai semua),” ungkap Willis.
“Jadi terkait suratnya kita analisa, isinya apa, dan kita mau minta tanya kira-kira apa ini dibutuhkan perbaikan-perbaikan dari kami atau seperti apa,” ujarnya.
“(Perbaikan), mungkin terkait seperti isu lingkungan yah. Isu lingkungan yang ada di surat itu kan kami dianggap merusak lingkungan terutama di areal mangrove yang 17 hektar. Areal mangrove kurang lebih Itu memang 17 hektar tetapi yang mengalami dampak akibat pembangunan ini tidak sampai 17 hektar. Itu bagian di depan-depan saja,” sambung Willis.
Menurut Willis kerusakan tersebut sudah diantisipasi sejak tahun lalu dengan melakukan mitigasi resiko dengan meminta pertimbangan pada Litbang di Bogor, Jawa Barat.
“Sejak tahun lalu kita sudah mengantisipasi hal tersebut. Jadi sudah ada mitigasi resiko. Dalam artian ini Mangrove sudah mengalami dampak dan kami langsung meminta dari Litbang hutan di Bogor,” ujarnya.
Kemudian, dalam pertimbangan tersebut keluar rekomendasi dari Litbang Bogor untuk membuat kanal agar air bisa masuk ke kawasan mangrove yang terdampak.
“Jadi itu di rekomendasi kalau kami harus membuat kanal yang pertama, lalu penanaman (Mangrove) kembali. Kanal ini sudah dibangun sejak bulan Desember 2018, (dan) kanal itu fungsi biar air bisa mengalir ke kawasan mangrove itu yang terdampak,” jelasnya.
“Lalu yang kedua untuk jalur-jalur kapal nelayan keluar. Yang ketiga adalah itu men-support kegiatan Melasti karena membangun areal Melasti disitu kurang lebih satu hektar itu sesuai permintaan Desa Adat yang disini tahun 2017,” ujarnya.
Wilis juga menjelaskan, bahwa dumping 1 dan 2 adalah tempat hasil pengerukan pasir yang dilakukan untuk pendalaman di Pelabuhan Benoa sehingga kapal persiar yang masuk ke dalam Pelabuan Benoa bisa lebih panjang dan dalam.
“Kami kan butuh pendalaman kolam biar kapal pesiar yang masuk ke Pelabuhan Benoa bisa lebih panjang dan lebih dalam. Awalnya kan mines 9 sekarang mines 12. Hasil material pengerukan ini yang ditaruk di dumping area itu,” papar Wilis.
Wilis juga menjelaskan, untuk penghentian proyek di Pelabuhan Benoa tentu tidak bisa. Karena, secara izin sudah komplit dari beberapa sektor kementrian.
“Untuk sementara menghentikan saja bukan pembatalan karena kalau secara izin kami semua sudah komplit. Karena kami untuk membangun ini ada dasar dari RIP (Rencana Induk Pelabuhan). Itu yang mengeluarkan dari Kementeri Perhubungan lalu ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan dari Kemenko Maritim. Jadi sudah ada semua, amdal sudah ada,” ujarnya. (DI)
Editor: N. Arditya