Soroti Strategi Pembangunan, Walhi Bali Gelar Diskusi Bertajuk Bincang Tata Kelola Kota

MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Menyikapi fenomena pembangunan besar-besaran yang terjadi di sebagian besar di beberapa kota dengan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan, hal tersebut ditanggapi oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sebagai bentuk kemerosotan strategi pembangunan saat ini. Demikian di jelaskan pada saat pagelaran diskusi yang bertajuk Bincang Perkotaan dan Masalah Lingkungan Hidup di Kota dengan tema “Ada Apa di Kota”, Jumat, malam (2/11/2018), di Kebun Walhi Bali Jalan Dewi Madri IV, Nomor 2, Denpasar.

Saat ini perkembangan pembangunan cenderung tidak melihat aspek rencana tata ruang yang matang terlebih dahulu, sehingga kerap proses pembangunan berdampak negatif pada lingkungan sekitarnya. “Kalau tidak mempertimbangkan hal tersebut tentu akan menjadi persoalan, terkhusus pada sektor air, sampah dan transportasi yang semua muaranya pada tata ruang”, sebut Manager Kampanye Energi dan Perkotaan Walhi Nasional, Sawung dihadapan peserta diskusi.

Mengenai air limbah hal itu juga menjadi masalah seperti pelik di wilayah perkotaan saat ini, dimana masyarakat dengan mudah membuang limbah ke sungai dan secara otomatis akan bermuara di laut. “Hingga saat ini belum ada upaya pengolahan air limbah, seperti Kota Denpasar juga gagal mengolah air limbahnya, dimana pemukiman sekarang dibangun tanpa mempertimbangkan resapan air, begitu juga masalah pengelolaan sampah dan transportasi umum yang masih belum tuntas”, tegasnya.

Sementara itu, secara jangka panjang hal ini juga mempengaruhi keberlangsungan sektor pariwisata Bali yang notabenenya bersandar pada destinasi berbasis alam. “Dahulu destinasi pariwisata Bali nomor satu mengalahkan London namun saat ini destinasi pariwisata Bali menurun dan kalah dengan Paris, karena saat ini wisatawan di Bali dihadapkan dengan permasalahan sampah dan kemacetan, ucap Dewan Daerah Walhi Bali, Suryadi Darmoko.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa Pulau Bali sebagai destinasi pariwisata tidak dikelola dengan baik dan serius contohnya isu utama alih fungsi lahan. “Alih fungsi lahan di wilayah Bali Selatan masih sangat tinggi bisa dibandingkan tahun 2012 dengan tahun 2017 dimana menjadi penginapan, cafe dan restoran, hal tersebut tentu menjadi kekhawatiran sendiri bagi keberlangsungan pariwisata kedepannya”, pungkasnya. (NN)

Editor: N. Arditya