MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Pembahasan Proyek Penataan Lahan di Pelabuhan Benoa Denpasar hingga saat ini masih menui pro dan kontra dari beberapa stakeholder terkait. Kondisi tersebut terlihat pada saat pelaksanaan rapat koordinasi dengan agenda pembahasan penataan lahan, Rabu, (26/09/2018), di Ruang Rapat Gabungan Kantor DPRD Provinsi Bali.
Saat ini terdapat beberapa proyek pengembangan Pelabuhan Benoa seperti pembangunan cafetaria, pengerukan pantai, perluasan Terminal Internasional, pembangunan public area taman, serta Gate Pelabuhan Benoa. “Dari rencana tersebut perlu kita ketahui bersama bahwa di Pelabuhan Perikanan terjadi penumpukan kapal yang tidak beroperasi, sehingga perlu diadakan penertiban dan penataan ulang terkait keberadaan kapal-kapal yang tidak beroperasi, dimana telah kita ketahui bersama bahwa pada beberapa bulan lalu sempat terjadi kebakaran kapal-kapal nelayan sebanyak 38 unit”, jelas Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP), Dwi Ariyanto diawal rapat.
Sementara itu CEO Pelindo III Regional Bali-Nusra Wayan Eka Saputra menegaskan bahwa pengembangan Pelabuhan Benoa sudah dimulai sejak awal 2018 dan pengembangan tersebut dilatabelakangi atas kapadatan yang terjadi selama ini. “Kami sudah memulai dari tahun 2018 dimana persyaratan pengembangan mulai dari Amdal dan izin lingkungan hingga ijin pengerukan di pelabuhan sudah kami laksanakan”, sebut Eka Saputra.
Menyikapi argumen tersebut, Anggota Komisi III Bidang Ekonomi dan Pembangunan DPRD Kota Denpasar Eko Supriadi menyatakan hal yang menjadi permasalahan dari KSOP adalah Rencana Induk Pengembangan (RIP) dimana wilayah tersebut masuk kawasan strategis dan masuk wilayah Kota Denpasar.”Selama tahun 2004 masyarakat Denpasar tidak mendapatkan apa-apa jangan sampai mendapatkan sampah dan dampaknya buruknya saja. Perkembangan dari RIP yang diinginkan selalu berubah-ubah dari tahun 2004 hanya 25 Hektar sekarang tidak diketahui berapa,” tegas Eko Supriadi.
Sejalan dengan hal tersebut pihak Provinsi Bali tidak terlalu mempermasalahkan RIP tersebut karena itu merupakan kebijakan dari Gubernur Bali sebelumnya. “Karena yang diketahui bersama pada kepemimpinan Gubernur Bali sebelumnya dasar pengembangan tersebut adalah guna menarik kunjungan wisatawan sebanyak-banyaknya sehingga dilakukan berbagai peningkatan pelayanan pelabuhan”, sambung Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGA Sudarsana.
Lebih lanjut melihat alotnya pembahasan tersebut maka perlunya adanya penyamaan persepsi semua pihak yang terlibat. ”Kami apresiasi semua yang telah disampaikan, kita akan koordinasikan dengan Gubernur karena konsepnya satu wilayah dan satu komando. Urusan terkait Pelindo dengan Pemerintah Kota Denpasar akan dibahas khusus. Sesuai keinginan Gubernur di kawasan KSOP tersebut tidak ada bangunan hotel maupun restoran dan untuk pelabuhan perikanan ada baiknya dipindah ke Kabupaten Jembrana. Meskipun terkait KSOP merupakan kewenangan dari pusat namun akan disesuaikan aturannya” pungkas Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali Tama Tenaya. (NN)
Editor: N. Arditya