Anggota Serikat Pekerja Kabupaten Badung Baru Mencapai Sekitar 10.500 Pekerja

MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Jumlah anggota Serikat Pekerja (SP) di Kabupaten Badung sekitar 10.000 hingga 10.500 pekerja, tidak sebanding dengan yang belum SP mencapai ratusan ribu sehingga menjadi perjuangan minoritas untuk mayoritas. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP PAR – SPSI Bali), Putu Satyawira Marhaendra,
di Kantor Sekretariat SPSI Denpasar Selatan, Sabtu (4/11/2017).

“Menjadi anggota berserikat sudah diatur dalam Undang-Unndang 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh namun masih banyak pekerja yang belum SP dan mempunyai pemahaman yang keliru terkait SP. Bahwasanya tidak perlu menjadi anggota SP karena Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sudah ditetapkan oleh Gubernur. Padahal UMK ada karena kesepakatan dan ditandatangani antara Gubernur dengan SP. Contoh tahun 2016 di Kabupaten Jembrana tidak ada UMK karena pada waktu itu tidak ada tanda tangan SP, sehingga Gubernur tidak bisa menetapkan UMK,” papar Putu Satyawira sesaat sebelum dimulainya Rapat Internal SP.

Menurutnya bagi perusahaan yang tidak ada SP maupun pekerja yang belum berserikat belum tentu pekerja mendapat upah sesuai UMK. Apabila pekerja mengajukan protes kemungkinan terancam dikeluarkan oleh perusahaan, namun jika tergabung dalam SP maka manajemen yang akan mengurusnya kepada Pemerintah terkait, kemudian Pemerintah yang akan mengambil tindakan.

Harapan pekerja adalah upah berkeadilan dan berdaya saing. Permasalahannya UMK sebagai safety nett atau jaring pengaman upah terendah dijadikan upah riil oleh banyak perusahaan maupun pengusaha. Hal tersebutlah yang diperjuangkan SPSI selain UMK agar upah yang diterima bukan hanya UMK.

Lanjutnya, untuk mewujudkan upah berkeadilan dan berdaya saing terdapat 4 struktur skala upah yaitu: pendidikan, masa kerja, kompetensi dan golongan. Selain itu adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang disepakati oleh kedua belah pihak yang berlaku selama bekerja di perusahaan tersebut.

“Hasil dari Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan adalah pemberlakuan PP 78 per 23 Oktober 2017 dari Aceh hingga Papua dimana perusahaan wajib menerapkan struktur skala upah,” imbuh Putu Satyawira.

Pihaknya berharap semua keputusan yang ditetapkan oleh Dewan Pengupahan yang akan menjadi Peraturan Gubernur ditaati oleh semua pengusaha karena merupakan kesepakatan antara SP dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Jika pengusaha tidak mampu melaksanakannya maka harus memenuhi peraturan perundangan yang ada, melakukan penanggulangan dengan menyertakan neraca rugi/laba selama 2 tahun berjalan, prospek bisnis 2 tahun kedepan dan penundaan UMK harus seijin Gubernur. (NN)

Editor: N. Arditya