Disiplin PSBB atau Tidak?

Opini : Dr. Sufyan Baswedan Lc. MA

MENARANews – Mall dibuka, bandara dibuka, pasar-pasar dan jalan-jalan ramai, kalo begitu masjid harus kita ramaikan lagi ?

Tanggapan : Kita tidak ke mesjid bukan sekedar menaati himbauan pemerintah, akan tetapi karena mengamalkan kaidah-kaidah syariat yang dijelaskan oleh para ulama, tentang wajibnya menghindarkan kemudharatan atas diri sendiri maupun orang lain.

Sebagaimana diketahui, bahwa penularan COVID-19 banyak terjadi melalui acara kumpul- kumpul yang disertai kontak fisik, baik di mall, pasar, sekolah, bandara, terminal, stasiun, tempat ibadah, dll. INI FAKTA !!!

Sekitar 80% dari penderita COVID-19 adalah orang tanpa gejala (OTG), dan inilah bahaya sesungguhnya. INI JUGA FAKTA !!!

Mungkin anda merasa sehat, teman-teman anda juga merasa sehat, namun boleh jadi sebenarnya anda adalah OTG dan setiap saat dapat menularkannya kpd org lain, tanpa anda sadari. Ini namanya menimpakan mudharat kpd org lain, haram hukumnya bila disengaja.

Atau anda mengira bahwa teman-taman anda sehat semua tapi sebetulnya di antara mereka ada yang OTG, lalu anda berinteraksi dengan mereka tanpa mengindahkan protokol kesehatan seperti nekad ga pake masker, jabat tangan, menyentuh mulut, hidung dan mata, jarang cuci tangan, dan sebagainya, akhirnya anda tertular. Ini namanya menimpakan mudharat kepada diri sendiri, ini pun haram bila disengaja.

Kemudharatan semakin besar seiring dengan banyaknya OTG yang bebas berkeliaran dan berinteraksi, sedangkan mereka tidak pernah sadar bahwa diri mereka adalah OTG.

Parahnya lagi, mereka juga tidak mau ikuti himbauan para ulama dan umaro agar stay at home dan tidak keluar rumah kecuali dalam kondisi yang mendesak dan dengan menerapkan protokol pencegahan COVID-19.

Biasanya, orang-orang seperti inilah yang akhirnya nekad ke mall, pasar, berjamaah di mesjid, dengan alasan bahwa dirinya sehat. Padahal untuk memastikan hal tsb caranya cuma 1, yaitu ditest swab (PCR), yang secara teknis tidak dapat dilakukan kecuali terhadap ODP atau PDP. Alias orang-orang yang menunjukkan gejala COVID-19.

Artinya, untuk memastikan anda sehat, anda harus ditest SWAP/PCR kalo tidak ya tidak bisa dipastikan.

Setiap ODP maupun PDP wajib diisolasi hingga 14 hari, sambil dipantau kondisinya. Sedangkan OTG ini (yang jumlahnya 80%, alias 4x lipat dr penderita COVID-19 yang menampakkan gejala) tentunya lebih berbahaya, dan mereka pun harus diisolasi juga. Namun karena merasa sehat, maka tidak ada yang dapat menyadarkannya kecuali ketaqwaan kepada Allah dan rasa takut akan besarnya dosa bila menularkan penyakit ke orang lain.

Singkatnya: cara terbaik ialah dengan menganggap diri sendiri sebagai OTG, agar selalu disiplin dan berusaha untuk tidak keluar rumah semaksimal mungkin supaya tidak menularkan ke orang lain.

Kita harus menjaga agar penularan semakin menurun agar RS tetap dapat menampung pasien. Insya Allah masjid-masjid, sekolah, dan sarana publik lainnya akan segera dapat difungsikan bila kita disiplin menganggap diri kita masing2 sebagai OTG.

Insya Allah pahala shalat berjamaah, shalat jumat, dan ibadah lain yg biasa kita lakukan sebelum pandemi ini, tetap tercatat dalam lembaran amal shaleh kita.

Mereka yang membuka kembali mall-mall, bandara, dll termasuk meramaikan masjid akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah atas setiap penambahan kasus/korban baru akibat kebijakan tersebut.

Adapun masyarakat yang latah dalam mengikuti pernyataan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab tersebut, hanya akan gigit jari manakala mereka jadi korban.

Serahkan segala sesuatu kepada ahlinya. Menyerahkan suatu urusan kepada yg bukan ahlinya adalah pertanda akan datangnya kehancuran, kata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Yang paling paham tentang kondisi kesehatan dan penularan COVID-19 bukanlah ustadz, bukan kyai, bukan tokoh masyarakat yang paling paham adalah tenaga medis (dokter & perawat), pakar epidemiologi, virologi, dan semisalnya. Sehingga himbauan merekalah yang harus kita dengar, karena merekalah yang berjibaku di garda terdepan dalam menghadapi pandemi ini. Hargailah pengorbanan mereka dengan stay at home sebisa mungkin.

Dibukanya Mall, Bandara, dll tidak boleh dijadikan dalil untuk kembali meramaikan masjid-masjid, karena itu adalah kebijakan yang keliru, yang dibuat oleh oran-orang yang tidak paham masalah dan tidak bertanggung jawab. Sejak kapan perbuatan keliru dijadikan dalil dalam Islam?

Biarlah mereka yg membuka Mall dan Bandara menanggung semua dosa akibat kebijakan tersebut, dan antum sebagai DKM mesjid, imam, dan jemaah jangan ikut2an memperluas penularan wabah ini. Karena mereka gak akan mau menanggung dosa anda , sebagaimana anda juga gak akan mau memikul dosa mereka (ولا تزر وازرة وزر أخرى ) Lihat: QS 6:164, 17:15, 35:18 dan 39:7.

Percaya dech, kalau sampai mereka yang ke mesjid tertular atau menularkan COVID-19, maka seluruh DKM dan jemaah tidak akan ada yg bersedia merawatnya hingga sembuh, betul khan??

Lantas siapa yg harus merawatnya? Lagi2 para dokter dan perawat yg kena getahnya atau jika RS nya penuh dan ahli medis sdh kwalahan, maka dia tdk bisa dirawat. Kalau dia sampai wafat krn tdk mendapat perawatan, maka mereka (yg ngotot buka mesjid kembali tadi) tidak akan pernah mau disalahkan.

Ini namanya tidak bertanggung jawab, alias lempar batu sembunyi tangan. Manusia mungkin tidak tahu siapa sutradara dan para pemainnya, tapi Allah tahu persis dan mencatat itu semua.

Jadi, keputusannya di tangan kita semua. Kita disiplin dengan PSBB, atau kita langgar PSBB. Bagi yg disiplin insya Allah mendapatkan hal2 berikut:

  1. Pahala taat kepada aturan syariat dan himbauan ulama.
  2. Tetap dapat pahala meramaikan masjid walau ibadah di rumah.
  3. Dapat pahala sedekah tanpa keluar uang. Karena Nabi bersabda ttg bentuk2 sedekah dan yg paling sederhana ialah:
    تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النّاسِ فإنَّها صَدَقَةٌ مِنْكَ على نَفْسِكَ
    Kau hindarkan org lain dari kejahatan dirimu, itu adalah sedekahmu terhadap dirimu. (Muttafaq ‘Alaih)
  4. Insya Allah dapat pahala mati syahid terkena tha’un walaupun tetap hidup. Asalkan dia rela stay at home.
  5. Dapat pahala ta’awun alal birri wat taqwa, krn pandemi ini tidak bisa ditanggulangi sepihak.
  6. Dapat pahala ikut menyingkirkan bencana dan musibah berat dari sesama muslim (para dokter dan perawat muslim) yg sangat kelelahan dan berkorban habis2an dlm pandemi ini. Ingatlah bahwa Nabi bersabda:
    مَن نَفَّسَ عن مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِن كُرَبِ الدُّنْيا، نَفَّسَ اللَّهُ عنْه كُرْبَةً مِن كُرَبِ يَومِ القِيامَةِ
    Siapa yg meringankan salah satu musibah berat seorang muslim di dunia, maka Allah akan ringankan salah satu musibah berat yg dihadapinya pd hari kiamat.(HR. Muslim)

Adapun yg tidak disiplin PSBB, maka ia akan kehilangan semua keutamaan dan pahala tersebut bahkan boleh jadi dosanya bertambah, yaitu dosa maksiat kepada aturan syariat, maksiat kpd ulama dan ulil amri, menyusahkan org lain, memperlambat terbukanya kembali masjid, dan bahkan dosa menyebabkan hilangnya nyawa orang lain secara tidak langsung.

Jadi, pilihannya di tangan kita semua. Baarakallaahu fiikum.

Ditulis oleh Sufyan bin Fuad Baswedan.
Solo, 28 Ramadhan 1441 H, jam 12.30 WIB
(NAP)