Polemik Angkutan Darat Belum Temui Titik Terang

MENARAnews, Pandeglang (Banten) – Kementerian Perhubungan mengimbau pihak manajemen PO Bus untuk tidak segan memecat provokator dan oknum sopir bus yang sulit diatur atau tidak mau mematuhi aturan pemerintah terkait tarif angkutan, mengingat saat ini masih banyak oknum yang dengan sengaja menaikkan tarif angkutan.

Demikian dikatakan Kasubdit Angkutan Orang antar Kota Dirjen Hubdar pada Kementrian Perhubungan Republik Indonesia, Deny Kusdiana usai melakukan rapat koordinasi dengan Pemkab Pandeglang terkait permasalahan operasional PO Bus di Pandeglang, (9/7).

Ia menambahkan, rekomendasi Bupati Pandeglang, Irna Narulita kepada Kementerian Perhubungan untuk mencabut izin trayek angkutan bus Murni Jaya, pupus. Pasalnya, Kementerian Perhubungan tidak bisa begitu saja mencabut izin trayek bus murni, lantaran mempunyai regulasi tertentu dalam hal pencabutan izin trayek angkutan.

“Pencabutan izin trayek bus Murni Jaya memerlukan tahapan yang panjang dan mekanisme berlaku. Maksudnya bukan untuk mencabut keseluruhan, karena kalau mencabut keseluruhan itu usaha orang yang nilainya mencapai miliaran rupiah, artinya itu tidak mungkin terjadi,” ujar Deny, di Pendopo Pandeglang.

Deny menerangkan, sebelum dilakukan pencabutan izin trayek, manajemen mereka harus dievaluasi terlebih dahulu. Kemudian pemerintah akan melakukan pembekuan bila hasil evaluasi ditemukan adanya kesalahan. Pembekuan itu meliputi pembekuan kendaraan dan perusahaan yang tidak bisa mengembangkan usahanya.

“Jadi berdasarkan aturan kami, sanksi itu ada sanksi administratif. Kalau terhadap sanksi dilapangan sendiri ada di pihak kepolisian itu, ada tindakan khusus siapa yang salah. Tapi sanksi terhadap perusahaan ada dua yakni terhadap kendaraan dilakukan pembekuan dan perusahaan juga sama pembekuan,” ungkapnya.

Deny memandang, bila izin trayek diberlakukan, malah akan merugikan karyawan perusahaan itu. Lalu jumlah trayek angkutan juga akan berkurang. Bukan cuma itu, pencabutan izin trayek bus Murni Jaya dikhawatirkan akan menimbulkan reaksi besar dari masyarakat. Mengingat bus Murni Jaya merupakan angkutan massal yang sangat dibutuhkan masyarakat.

“Bukan pembekuan semua, kasihan tidak ada yang mau berinvestasi nantinya. Masa karena kecelakaan saja, punya bus 100 langsung bangkrut begitu saja. Jadi pembekuan yang dimaksud di sini itu, tidak diberikan pengembangan terhadap pemberian izin trayek tambahan maupun penambahan armada selama 6-12 bulan tergantung beratnya kasus kecelekan tersebut,” imbuhnya.

Adapun upaya yang dilakukan Kemenhub saat ini, sedang melakukan evaluasi system menjamin keselamatan. Kemenhub sedang mengumpulkan beberapa poin seperti dokumentasi kecelakaan, visi misi perusahaan, dan dokumen perusahaan. Deny menyebut, butuh sekitar satu bulan untuk menyelesaikan evaluasi tersebut.

“Kami bakal kumpulkan baik itu dokumen terhadap kecelakan, visi misi seperti apa, struktur organisasi dan lainnya seperti apa kami kumpulkan. Nanti kami bakal evaluasi, dari situ bakal kelihatan bagaimana sistim manajemen yang diterapkan masing-masing perusahaan,” ungkap Deny.

Menyikap hal itu, Bupati Pandeglang, Irna Narulita tidak sepakat bila alasan tidak bisa dicabutnya izin trayek karena alasan nasib karyawan. Sebab, meski mereka telah merekrut ratusan pegawai, akan tetapi bila manajemen perusahaan buruk maka akan berdampak pada kualitas pelayanan bagi masyarakat. Akibatnya, keselamatan penumpang seringkali diabaikan.

“Bukan saya membenci atau like and dislike, tapi banyak aduan masyarakat yang sangat merugikan nama baik pemerintah daerah. Kami harus melindungi keselamatan masyarakat kami,” kata bupati.

Kendati demikian, Irna meminta supaya Kemenhub memberi ruang bagi perusahaan lain untuk membuka rute Kalideres-Labuan. Artinya, Irna berharap adanya kompetitor sebagai solusi alternatif bagi penumpang. Dengan begitu, akan ada perusahaan otobus yang dapat memberi pelayanan lebih baik kepada warga Pandeglang.

“Jika pencabutan trayek prosedurnya panjang, saya minta hadirkan kompetitor baik itu kelas ekonomi maupun eksekutif. Jika tak bisa kelas ekonomi, eksekutif saja,” tuturnya. (IN)