Bupati Irna Sebut Kasus Korupsi Dana Desa oleh 3 ASN Memalukan

MENARAnews, Pandeglang (Banten) – Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengaku malu atas kasus korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) yang menjerat tiga Aparatur Sipil Negara (ASN)-nya. Ketiga ASN itu merupakan mantan Pj Kades Pari, Kecamatan Mandalawangi, Atok Suanto, Pj Kades Sidamukti, Kecamatan Sindangresmi, Dadih, dan Pj Kades Ciandur, Kecamatan Saketi, Iyan Syafrudin.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri lantaran terbukti menyalahgunakan ADD dan DD tahun anggaran 2016.

Akibat tindakan mereka, negara mengalami kerugian lebih dari Rp1 miliar, yang terdiri atas Rp471 juta di Desa Sindangresmi, Rp416 juta di Desa Ciandur, dan Rp311 juta di Desa Pari. Kini ketiga mantan Pj Kades itu ditahan sementara di Rutan Klas IIB Pandeglang.

Atas perbuatan mereka itu, bupati menegaskan bahwa Pemkab tidak akan memberi bantuan hukum. Mengingat, kesalahan yang mereka lakukan kadung melampaui batas toleransi sehingga dianggap telah memalukan wajah Pemerintah Daerah.

“Anak saya memalukan. Kalau salah, mau dibantu apa? Kalau dia terzolimi atau teraniaya, kita bentengi. Tetapi karena mereka melakukan hal yang tercela, jadi biar ada efek jera,” tegas Irna usai menjadi inspektur upacara Hari Kesadaran Nasional di Alun-alun Pandeglang, Rabu (17/7/2019).

Bupati menjabarkan, pemerintah sebelumnya sudah memanggil ketiga ASN tersebut untuk membantu proses hukum mereka.

“Tiga anak ini memang sudah tidak bisa ditolerir lagi. Kami sudah panggil untuk mengembalikan kerugian negara, tapi ga ada jalan untuk menutupi. Jadi kami ikhlaskan karena tidak ada toleransi tadi,” ujar Irna.

Irna menyebut, sebetulnya mereka sudah diberi waktu untuk mengembalikan kerugian negara dengan rentang waktu 6 bulan. Namun pada akhirnya, mereka gagal memenuhi hal tersebut. Sehingga pemerintah tidak punya pilihan dan merelakan mereka untuk ditindak secara hukum.

“Karena tidak bisa mengembalikan uang negara. Kami sudah tunggu sampai batas waktu 6 bulan, tetapi tidak ada jalan. Jadi harus terima dong hukumannya,” imbuhnya.

Namun disisi lain, Irna berharap kasus ini bisa menjadi efek jera sekaligus menjadi pelajaran bagi para abdi negara maupun Kepala Desa, supaya tidak main-main dengan pengelolaan anggaran. Kini pemerintah menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (APH).

“Jadi saya hormati proses hukum yang dijalani Kejari. Selanjutnya pengadilan seperti apa untuk prosesnya, silakan dilakukan,” tandas wanita kelahiran Juli 1970 itu. (IN)