Aktivis Lingkungan Hidup Bali Ajak Masyarakat Dukung Regulasi Pembatasan Sampah Plastik

MENARAnews.com, Denpasar(Bali) – Komunitas Peduli Sampah (KPS) Bali bersama Vokalis Band Navicula, Gede Robi mengadakan konferensi pers dengan tajuk “Membebaskan Bali dari Polusi Plastik, Kemajuan setelah Pelarangan Plastik Sekali Pakai”, di Kubu Kopi, Jalan Hayam Wuruk, Sumertha Kelod Denpasar, Sabtu (25/5/2019).

Konferensi pers tersebut ditujukan untuk mengecam adanya upaya pembatalan Perwali No 36/2018 dan Pergub No 97/2018 yang membatasi peredaran plastik sekali pakai. Hal itu dianggap sebagai pengingkaran terhadap kondisi Bali yang sudah berada dalam kategori darurat sampah plastik.

“Peraturan itu adalah suatu kemajuan. Para aktivis tidak lagi menjadi yatim piatu karena mendapat payung hukum dan dukungan pemerintah,” ucap Robi yang sekaligus seorang Aktivis lingkungan hidup.

Robi mengatakan, perjuangan mengurangi plastik ini adalah sebuah agenda yang sudah lama dicanangkan. Namun bentuk kongkritnya baru terasa setelah adanya peraturan itu. Perlu dipikirkan pula pengurangan timbunan sampah plastik dari hulu, tidak hanya memikirkan hilirnya saja.

“Sekarang masyarakat pun menyadari bahaya plastik dan pelan-pelan menyesuaikan diri untuk mengurangi penggunaan plastik. Kita harus sadar, daur ulang bukan satu-satunya solusi. Reduce artinya sebelum dia itu menjadi sampah, kita kurangi pemakaiannya, kurangi timbunan sampah plastik dari hulu,” tegasnya.

Dogi Surya Anaya, selaku Moderator konferensi dari KPS Bali, mengungkap bahwa Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) mengajukan permohonan uji materi terhadap regulasi pengurangan timbunan sampah plastik tersebut secara hukum ke Mahkamah Agung RI. Menurut ADUPI, peraturan ini mengakibatkan berkurangnya bahan-bahan bagi usaha daur ulang mereka dan produsen plastik juga mengalami kerugian karena mereka tidak lagi dapat menjual plastik di Bali.

“Padahal hanya 9% plastik di Indonesia saat ini faktanya didaur ulang. Bagaimana bisa ADUPI mengklaim bahwa mereka kekurangan bahan daur ulang jika masih ada 91% sampah mencemari darat dan lautan di luar sana?” tambahnya.

Sedotan plastik, kantong plastik dan polystyrene bekas adalah bahan bernilai rendah untuk didaur ulang, yang mana pada prinsipnya tidak terlalu dicari dibandingkan dengan sampah plastik lain seperti botol-botol PET.

Menanggapi peninjauan secara hukum dari ADUPI ini, KPS Bali telah membuat sebuah petisi online yang mendukung peraturan provinsi. Hingga Mei 2019, petisi ini telah menghimpun lebih dari 125,000 dukungan sebagai keprihatinan akan kembali maraknya polusi plastik di Bali jika tidak didukung oleh pemerintah provinsi Bali. (DI)

 

Editor: N. Arditya