Ketua DMI Provinsi Bali, "GISS tidak Ditarik Politik Praktis"

MENARAnews, Denpasar (Bali) – Gerakan Islam Shalat Subuh (GISS) berjamaah sebenarnya bukan hal yang baru karena ketika seseorang sudah berikrar Islam maka harus sungguh-sungguh mengamalkan Islam itu sendiri yang didalamnya dilakukan pembinaan melalui shalat. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Masjid Indonesia, H. Bambang Santoso di Masjid Baitul Makmur Denpasar (5/2/2018).

Menurut keterangannya, sejak tahun 1990 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah membuat kesepakatan bersama yaitu Catur Program Umat untuk memakmurkan masjid dan bersinergi dengan Masjid di seluruh Bali dimana salah satu kegiatannya adalah shalat subuh. Dari seluruh Kecamatan di Bali terdapat 35 Kecamatan yang sudah memiliki Masjid Djami dan telah mempunyai Kantor Urusan Agama (KUA) dimana masjid-masjid tersebut semarak melakukan kegiatan shalat subuh berjamaah.

Sementara itu, terkait GISS di politisasi untuk kepentingan tertentu pihaknya belum bisa mencermati namun selama ini gerakan ini sangat banyak manfaatnya. “Mengenai itu politisasi atau tidak tergantung kita menyikapinya di lapangan supaya tidak ditarik politik praktis maupun politik murahan.

Ketua Umum DMI (Jusuf Kalla) juga sudah jelas menyampaikan bahwa masjid dilarang menjadi arena kampanye. “Kami tidak akan menjual marwah umat Islam demi kepentingan recehan dan menjatuhkan umat Islam. Apabila akan memberikan bantuan silahkan karena hak mereka dengan catatan tidak ada konsekuensi atau ikatan apapun,” ungkap H. Bambang Santoso.

Lanjutnya, selama ini sumber pendanaan untuk berbagai kegiatan ibadah berasal dari gotong royong maupun swadana umat dan adapun sumbangan dari para donatur yang bersifat pribadi.

Menanggapi isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) menurutnya harus dicegah agar tidak berdampak pada kerusakan yang lebih besar dan hal tersebut harus didahulukan sebelum mengambil kebaikan didalamnya. Saat ini isu agama sangat sensitif dan yang harus berhati-hati adalah para tokoh-tokohnya ketika putus asa untuk bersatu serta ketika di kalangan elit sudah tidak mau mempersatukan. (NN)

Editor N. Arditya