MENARAnews, Papua – Kelompok bersenjata di Papua kembali melakukan penembakan terhadap warga sipil di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua. Dari penembakan tersebut dua warga sipil yang berprofesi sebagai guru atas nama Oktavianus Rayo dan Yonatan Renden tewas ditempat.
Pihak keluarga menyebutkan bahwa tuduhan kelompok separatis Papua bahwa dua guru itu adalah mata-mata aparat keamanan tidak benar dan tidak berdasar. Selain itu juga disebutkan bahwa tindakan kelompok separatis Papua itu merupakan kejahatan kemanusiaan.
“Tuduhan kelompok separatis Papua bahwa korban adalah mata-mata aparat hanyalah modus untuk membenarkan tindakan keji tersebut. Itu modus yang sudah lama dilakukan oleh kelompok separatis. Mereka sering melakukan pengancaman terhadap kios-kios pendatang agar menyerahkan uang Rp 20 juta per kios,” ujar keluarga Rayoyang berinisial RS, di Papua, Sabtu(10/03/2021)
Menurut keterangan dari Kepala Humas Satgas Nemangkawi, Kombes Pol M Iqbal Alqudussy, Raya dan Renden selama ini hanya menjalankan tugas sebagai guru di pedalaman di Kabupaten Puncak, Papua.
“Kami tidak menemukan bukti bahwa kedua guru tersebut juga berprofesi sebagai mata-mata aparat. Manusia yang punya hati nurani pasti tidak akan setuju dengan penembakan keji tersebut. Saya turut berduka cita dan merasa prihatin terhadap keluarga almarhum,” kata Iqbal
Dirinya juga mengatakan bahwa pada 22 Mei 2020 pernah terjadi peristiwa serupa. Saat itu, ada tenaga medis yang sedang bertugas menangani Covid 19, juga ditembak karena dianggap sebagai intel oleh kelompok bersenjata. “Tindakan keji kelompok itu merupakan pelanggaran HAM berat,” ujarnya.
M Iqbal juga menambahkan bahwa logistik kelompok bersenjata itu semakin menipis, sehingga mereka bergantung pada upaya pemerasan terhadap warga. Hingga saat ini, kelompok itu sudah tidak mendapatkan bagian dana otonomi khusus karena pihak Kementrian Dalam Negeri sudah melakukan audit terhadap pemerintah daerah untuk tidak menyalahgunakan dana Otsus.
Selain itu menurut Iqbal, kelompok bersenjata itu cukup pintar melakukan propaganda setelah melakukan penembakan keji tersebut. Mereka terpantau menggunakan media sosial dan media online untuk membenarkan tindakan mereka.
“Kelompok bersenjata itu biasanya melakukan update di media sosial dengan menyertakan narasi bahwa tindakan itu sudah benar dengan tujuan untuk mencari dukungan publik. Sebenarnya, modus yang dilakukan oleh mereka sudah terbaca oleh rekan-rekan media, akan tetapi masih saja ada media yang terpengaruh dengan penggiringan informasi kelompok itu,” kata Iqbal. (AF)