MENARAnews, Jakarta – Pada hari Rabu 26 September kemarin Pemprov Jakarta mengumumkan pencabutan izin reklamasi 13 pulau yang disampaikan oleh Gubernur secara langsung.
“Sudah seharusnya reklamasi batal dan pencabutan izin reklamasi tersebut sudahlah tepat namun harus ada beberapa catatan penting yang kemudian harus dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta” kata Tubagus Soleh, Direktur Eksekutif WALHI Jakarta.
Selama ini pemerintah telah melakukan pembiaran terjadinya kerusakan lingkungan hidup di teluk Jakarta, karena selama ini tidak ada upaya untuk memulihkan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan ekologis dan Hak Asasi Manusia. Kerusakan teluk Jakarta secara langsung merusak ekosistem pesisir dan laut yang juga merupakan sumber-sumber kehidupan bagi masyarakat nelayan Jakarta dan sekitarnya. Untuk itu pemerintah juga harus bertanggung Jawab kepada Nelayan Jakarta yang selama ini termiskinkan akibat tercemarnya wilayah kelola mereka.
Bersamaan dengan itu, pemerintah harus melakukan review izin kepada seluruh industri yang berpotensi mencemari teluk Jakarta. Jika terbukti mereka tidak mampu melindungi lingkungan hidup maka izinnya harus dicabut Oleh karenanya upaya pemulihan teluk di Jakarta harus mengedepankan transparansi, partisipasi warga dan nelayan, serta keadilan ekologis dan hak asasi manusia, Tubagus menambahkan
Selama 27 tahun sejak terbitnya Keppres Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, kerusakan teluk Jakarta menjadi seolah-seolah dibiarkan oleh Pemerintah. Agenda pemulihan tidak menjadi agenda strategis baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah, karena kehadiran Keputusan Presiden tersebut, yang juga kelanjutan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 1994 tentang Repelita Enam, yangmana kawasan Pantai Utara Jakarta termasuk kategori kawasan Andalan yang memiliki nilai strategis dari sudut pandang ekonomi.
Bahwa, Pantai Utara Jakarta bernilai strategis adalah anggapan yang keliru, “kuno”, dan seharusnya sudah ditinggalkan oleh Pemerintah, karena mengorbankan lingkungan hidup demi pendapatan ekonomi. Sementara masyarakat nelayan yang selama ini sangat bergantung dengan keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut Jakarta menjadi sektor yang paling rentan oleh kerusakan teluk Jakarta, ditambah lagi reklamasi yang semakin membatasi sumber-sumber kehidupan warga dan masyarakat nelayan. Pada akhirnya nelayan semakin terus termiskinkan dan tercerabut dari akar kehidupannya.
Selain mencabut izin 13 reklamasi, pemerintah juga harus berani memberhentikan 4 pulau reklamasi yang sudah terbangun, mengambil alih dan kemudian melakukan kajian mendalam untuk dipikirkan kebermanfaatan pulau tersebut. Tentunya bukan kembali diserahkan ke swasta kecuali tanggung jawab kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang selama ini ditimbulkan oleh aktivitas reklamasi.
Harus ada tim Pemulihan Teluk Jakarta yang melibatkan masyarakat, nelayan, akademisi, dan organsiasi masyarakat sipil, dan dilakukan dengan prinsip-prinsi partisipatif, transaparan, keadilan ekologis, dan Hak Asasi Manusia.
#PulihkanTelukJakarta