MENARAnews, Jateng (Semarang) – Sidang lanjutan kasus Sukoharjo terkait penolakan pencemaran lingkungan oleh PT. Rayon Utama Makmur (PT. RUM) yang berujung kericuhan (23/2) telah memasuki agenda penuntutan kelima orang pada hari Kamis, 26 Juli 2018.
Sebelumnya (24/7) kelima orang telah didengar keterangannya sebagai terdakwa oleh hakim.
Massa ketika itu berkumpul pada pagi hari di PT.RUM untuk menunggu surat keputusan Bupati Sukoharjo terkait penutupan PT.RUM. Namun, setelah mendekati jam 12.00 siang Bupati tak kunjung datang, massa membubarkan diri dan kembali lagi sehabis solat jumat dan mendapati kabar Bupati pergi keluar kota. Hal itulah yang memicu kekecewaan massa dan terjadilah kericuhan disertai perusakan.
Penyebab kericuhan lain menurut keterangan terdakwa adalah adanya tindakan represif dari aparat TNI dan Polri. “Saya melihat ada warga yang ditarik masuk ke dalam PT.RUM oleh TNI”, keterangan Sutarno, salah satu terdakwa.
Terdakwa lain, Mohammad Hisbun Payu menambahkan, “Ketika itu massa sudah reda, eh tahu-tahu ada yang diculik ke dalam PT.RUM oleh aparat, massa marah lagi”.
Kelima orang mengatakan bahwa mereka adalah korban terdampak pencemaran PT. RUM. Hakim menanyakan jarak tempat tinggal para terdakwa dengan PT. RUM. Sutarno menjawab, “Saya tinggal di Kab. Karanganyar, perbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, sekitar tujuh kilo ke PT. RUM, itupun masih mencium bau limbah udara PT. RUM, orangtua saya yang sudah sepuh sampai sakit karena mencium bau pencemaran tersebut.”
Begitu juga terdakwa Sukemi, “Rumah Pak Tarno saja yang jauh tercium, bagaimana saya yang hanya sekitar tiga sampai empat kilo”.
Terdakwa Kelvin merasakan hal yang sama, “Rumah saya di Desa Plesan, ke depan itu sudah PT.RUM, saya tiap hari harus cium bau”.
Terdakwa Brillian pun merasakan bau, “Saya hirup tiap hari baunya, bahkan adik saya harus memakai tabung oksigen.”
Sayangnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) justru menuntut kelima orang dengan hukuman yang berat. Ketiga orang Mohammad Hisbun Payu (Iss), Sutarno dan Brillian dianggap terbukti melakukan tindak pidana pasal 170 ayat (1) jo pasal 55 KUHP. Iss dituntut pidana 4 tahun 6 bulan penjara, sedangkan Sutarno dan Brillian dituntut 4 tahun penjara.
Lalu, Kelvin dan Sukemi dianggap terbukti melakukan tindak pidana pasal 187 ayat (1) dan Pasal 170 ayat (1) jo Pasal 55. Mereka dituntut pidana 4 tahun 6 bulan.
Jaksa Penuntut Umum banyak yang mengabaikan fakta persidangan diantaranya bahwa kelima orang tersebut bukan dalang dari aksi ricuh tanggal 23 Februari 2018. Bahkan ketika kelima orang datang ke tempat kejadian, kondisi massa sudah ricuh dan banyak kerusakan di sekitar halaman PT. RUM. Saksi-saksi yang dihadirkan pun menguatkan hal tersebut. Bahwa selama kelima orang diperiksa oleh penyidik ada beberapa keterangan yang diarahkan dan dipaksakan untuk diakui sehingga mengaburkan fakta yang sebenarnya. Selain itu, ada beberapa perbuatan yang tidak terbukti dilakukan justru dimasukan dan seolah-olah menjadi fakta oleh JPU.
Atas tuntutan tersebut tim penasehat hukum kelima orang akan mengajukan pembelaan pada Selasa, 31 Juli 2018. (Ar)