MENARAnews, Kab. Cianjur (Jawa Barat) – Hari kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei diperingati secara khusus oleh HMI Cabang Cianjur dengan membuat beberapa acara diantaranya Pemutaran film dokumenter reformasi, Diskusi kebangsaan Bersama M rendiAridhayandi (Dosen Fakultas Hukum UNSUR) dan M. Fajar Firdaus (Mantan KetuaUmum HMI Cabang Cianjur), Orasi Ilmiah yang dibacakan oleh Paisal (Anwari Ketua Umum HMI Cabang Cianjur) dan FajrilahSamlawi (Kabid PPD HMI Cabang Cianjur) serta Buka Bersama.
Acara yang dilaksanakan di ICMI ORDA CIANJUR, dihadiri peserta dari kader HMI Cabang Cianjur dan Mahasiswa Umum di Kabupaten Cianjur bertujuan untuk mencapai cita – cita yang belum terselesaikan.
“Baik disadari atau tidak pancapaian reformasi yang kita rasakan saat ini seperti halnya, kebebasan menyampaikan dimuka umum, kebebasan pers, lepasnya dwi fungsi abri, menuju negara yang demokratis ditandai dengan pemilihan umum secara langsung, yakni rakyat memilih langsung calon pemimpinnya terutama presiden dan wakil presiden yang asalnya dipilih oleh MPR, munculnya sistem desentralisasi dan sebagainya. Namun perlu disadari perjuangan reformasi masih menyisakan banyak agenda yang belum tuntas, seperti reformasi birokrasi, pemberantasan korupsi, penegakan supremasi hukum hingga persoalan peningkatan kesejahteraan rakyat. agenda kebangsaan yang belum terselesaikan, sudah sepatutnya kita diperjuangkan sebagai anak bangsa yang menginginkan tercapainya cita-cita kemerdekaan.” Ungkap Paisal Anwari dalam tujuan peringatan hari kebangkitan nasional.
Setelah melaksanakan dan memperingati hari kebangkitan Nasional, HMI Cabang Cianjur membuat statement mengenai tentang Kebangkitan Nasional.
“ Tanggal 20 Mei 2018 merupakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-110. Hari Kebangkitan Nasional diperingati pada tanggal 20 Mei, untuk memperingati berdirinya organisasi Boedi Oetomo.
Boedi Oetomo memang bukan organisasi pergerakan pertama di Indonesia. Pasalnya, jauh sebelum Boedi Oetomo berdiri, telah berdiri beberapa organisasi lain, seperti serikat buruh pertama di Hindia-Belanda, yaitu Staats-Spoor Bond (SS-Bond) dan organisasi pribumi Sarekat Prijaji.
Namun menurut Mohammad Hatta dalam tulisannya di majalah Star Weekly, tanggal 17 Mei 1958, Boedi Oetomo sudah mengandung ”kecambah semangat nasional”. Oleh karena itu, tanggal berdirinya organisasi itu dijadikan sebagai momentum peringatan kebangkitan nasional.
Hari Kebangkitan Nasional merupakan salah satu tonggak sejarah bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nalai semangat kesatuan dan persatuan serta merupakan tekad anak bangsa untuk melepaskan bangsa Indonesia dari segala belenggu penjajahan.
Kehadiran Budi Utomo pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar sebagai aktor terdepannya. Generasi 1908 dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan di kalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan dan berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
Semangat perjuangan itu terus mengalir dari melintasi generasi ke-generasi, hingga dikenal dengan perjuangan pergerakan pemuda Indonesia angkatan 1908, 1928, 1945, 1966, 1998 yang pada intinya untuk memperjuangan cita-cita kemerdekaan yang kemudian dirumuskan kedalam Preambule UUD 1945.
Perjalanan sejarah perjuangan yang masih menyisakan agenda, ditandai dengan munculnya rezim penindas, sehingga tanggl 21 Mei merupakan momentum peringatan hari reformasi, Agenda reformasi yang diperjuangkan mahasiswa Bersama masyarakat pada tahun 1998 hingga kini belum sepenuhnya terwujud. Sampai hari ini, banyak agenda reformasi yang masih belum tuntas, seperti reformasi birokrasi, pemberantasan korupsi, penegakan supremasi hukum hingga persoalan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Runtuhnya rezim Orde Baru ditandai dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden indonesia yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa banyak yang menganggap bahwa pemerintahan Soeharto adalah pemerintahan yang otoriter. Kuatnya dominasi negara dan birokrasi dalam mengontrol kehidupan masyarakat membuat pembangunan kehidupan sosial dan politik tidak berjalan baik. Begitu kuatnya kekuasaan politik Soeharto yang ditopang oleh birokrasi dan militer membuat struktur politik tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Soeharto dengan partai politiknya dan militernya menguasai politik dan pemerintahan di Indonesia sehingga hal ini menimbulkan kekacauan dan keresahan bagi rakyat Indonesia sendiri. Untuk itu, rakyat yang dipelopori oleh mahasiswa melakukan gerakan-gerakan perlawanan terhadap rezim Soeharto dengan menyerukan reformasi. Kekacauan dan kerusuhan pun terjadi secara terus menerus, dan puncaknya adalah peristiwa kerusuhan Mei 1998. Pada akhirnya Soeharto mundur sebagai presiden, dan peristiwa ini di anggap sebagai lahirnya reformasi.
Reformasi sendiri menjadi harapan bagi masyarakat Indonesia akan adanya perubahan yang lebih baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sekarang timbul pertanyaan, apakah dalam perjalananya, reformasi di Indonesia sudah melakukan perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan? Maka dalam tulisan ini akan mencoba membahas pertanyaan itu dan masalah-masalah yang ada dalam perjalanan reformasi di Indonesia, khususnya dalam bidang politik.
Segera setelah presiden Soeharto mengundurkan diri, Mahkamah Agung mengambil sumpah kepresidenan Bacharuddin Jusuf Habibie, yang merupakan wakil dari presiden Soeharto untuk menggantikannya sebagai presiden. Peristiwa tersebut biasa disebut sebagai reformasi di Indonesia. Enam bulan setelah berjalannya kepemimpinan Habibie, mahasiswa turun kejalan-jalan ibi kota. Sebagian mahasiswa menuntut agar Habibie turun dari jabatannya dan menyerahkan kekuasaan pada pemimpin oposisi. Habibie dicurigai karena mempunyai hubungan yang erat dengan Soeharto, sementara mahasiswa menginginkan reformasi total secepat-cepatnya. Sehingga apapun yang masih berhubungan dengan masa orde baru termasuk masalah dwi fungsi abri segera di reformasi.” (OR)