MENARAnews, Palangka Raya (Kalteng) – Tidak bisa dipungkiri kian majunya perkembangan Kota palangka Raya saat ini ternyata juga mempengaruhi sikap dan kebiasaan masyarakat, seperti hilangnya rasa kegotongroyongan yang selama ini menjadi watak dari budaya masyarakat.
Kondisi tersebut juga diakui Wakil Wali Kota Palangka Raya Mofit Saptono Subagio, dimana menurutnya budaya kegotongroyongan saat ini kian memudar. Padahal bila rasa kegotongroyongan dapat dipertahankan, maka dapat memupuk rasa kebersamaan di masyarakat.
Saat ini kata Mofit, Palangka Raya saat sedang berkembang, dari dulunya hanya kota kecil menjadi kota sedang. Seiring waktu, maka nantinya Kota Palangka Raya akan terus berkembang sehingga menjadi kota yang lebih besar lagi. Namun seiring dengan perkembangan kota, maka tanpa di sadari telah membentuk masyarakatnya untuk berpendirian individualistis.
“Coba kita lihat, manakala RT mengajak warganya gotong royong untuk kerja bakti membersihkan dlingkungan, akan terlihat minim yang hadir. Begitu juga untuk ronda jaga malam, berapa warga yang hadir. Adsa saja alasan, karena sibuk atau alasan lainnya. Terlebih bila untuk kepentingan bersama itu terkait dana, maka kebanyakan lebih memilih setor dana bantuan. Padahal bukan itu tujuan akhirnya,” ucap dia.
Menurut Mofit, hilangnya jati diri dan kebiasaan masyarakat untuk saling berkumpul melalui berbagai sistem kegiatan kemasyarakatan akan mematik situasional yang tidak baik. Itu semua karena rasa kebersamaannya sudah tidak ada.
“Padahal, banyak setiap individu begitu gampang mengucapkan toleransi dan kebersamaan, tetapi sulit mengimplementasikannya. Seperti kegiatan gotong royong, bukan hanya membantu pekerjaan itu, tetapi menjalin silahturahmi dan memupuk kebersamaan. Tapi hal itu kian sulit dilakukan. Jadi hal ini berpulang pada diri masyarakat itu sendiri. Tanyakan dengan diri masing-masing. Apakah memang tidak waktu yang disediakan untuk ikut dalam gotong royong di lingkungannya,” tanya Mofit.
Dikatakan, semestinya perkembangan kota dari kecil, sedang dan menjadi kota besar, bukanlah dapat mereduksi hilangnya kebersamaan dan kegotongroyongan.
“Ingat, bangsa Indonesia ini lahir dari kegotong royongan. Dulu bangsa ini sangat akrab dengan berbagai sendi kehidupan dan tradisi. Seperti saling bersilaturahmi, tolong menolong dan bahu membahu dalam menghadapi persoalan. Tapi sekarang tradisi kemasyarakatan itu sudah kian memudar,” tutup Mofit.(AF)
Editor: Hidayat