MENARAnews, Bukittinggi (Sumatera Barat) – Upaya warga Stasiun Bukittinggi dalam mencari kepastian dan keadilan terkait reaktivasi jalur kereta api Padang Panjang – Bukittinggi – Payakumbuh semakin gencar dilakukan. Bertempat di salah satu rumah makan Ampera Bukittinggi, OPAKAI (Organisasi Penyewa Aset Kereta Api Indonesia) menggelar jumpa pers bersama awak media Bukittinggi, Rabu (5/7).
Hadir dalam acara tersebut, Ketua Umum OPAKAI, Kumar Z. Chan, Wakil Ketua Umum OPAKAI, H. Chairunnas, Sekretaris Umum OPAKAI, Yance Dede Saputra, anggota OPAKAI, relawan dan warga stasiun Bukittinggi. Dalam kesempatan tersebut OPAKAI memberikan keterangan kepada awak media tentang telah dikirimnya surat bantahan Surat Peringatan 1 dan 2 kepada Vice President Divisi Regional (Divre) II Sumatera Barat.
Ketua Umum, OPAKAI, Kumar Z. Chan menjelaskan bahwa sosialisasi yang dilaksanakan oleh PT. KAI di area Stasiun Bukittinggi pada 5 Mei 2017 kemarin, merupakan pembodohan kepada masyarakat. Pihaknya mengungkapkan bahwa tujuan awal sosialisasi tersebut adalah untuk reaktivasi jalur kereta api dari Padang Panjang – Bukittinggi – Payakumbuh, namun kenyataannya berdasarkan informasi yang dikumpulkan bahwa lahan stasiun tersebut akan digunakan untuk membangun Hotel, Balkondes dan fasilitas pendukung lainnya.
“OPAKAI meminta penjelasan kepada Vice President Divre II Sumatera Barat tentang pengosongan lahan stasiun Bukittinggi untuk optimalisasi lahan PT. KAI bedasarkan dengan adanya Nota Kesepahaman PT. KAI dengan PT. Patra Jasa Nomor: KL.703/M/8/KA-2017-25/DIRUT PJ/NKB/III/2017 tanggal 20 Maret 2017 tentang Kerjasama Pengembangan Optimalisasi Lahan. sedangkan dalam sosialisasi terbuka dengan masyarakat penyewa serta didalam SP1 dan SP2 dinyatakan bahwa akan dilakukan reaktivasi kembali Jalur Padang Panjang –Bukittinggi – Payakumbuh. Namun dalam kenyataannya akan didirikan Hotel, Homestay dan Balkondes dengan pihak pengembang PT. Patra Jasa sesuai dengan nota kesepahaman tersebut,” ungkap Kumar Z. Chan.
Pihaknya selalu menekankan kepada warga stasiun Bukittinggi yang terdampak bahwa mereka siap untuk pindah asalkan pembangunan tersebut untuk reaktivasi jalur kereta api.
“Masyarakat bersedia untuk pindah dari area stasiun Bukittinggi tanpa ganti rugi, asalkan dengan catatan bahwa lahan tersebut dipersiapkan untuk reaktivasi jalur kereta api dan siapkan dulu bantalan rel dari Padang Panjang sampai batas Kota. Namun apabila lahan tersebut memang digunakan untuk lahan komersil, maka kami dengan tegas menolaknya, karena sudah komitmen kita bersama,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua OPAKAI, H. Chairunnas menambahkan bahwa perjuangan OPAKAI bersama warga stasiun Bukittinggi yang terdampak merupakan murni untuk mencari keadilan berdasarkan kemanusiaan. Selain itu pihaknya menilai bahwa telah terjadi adu domba di tengah masyarakat sehingga memecah perjuangan warga stasiun yang terdampak lainnya. Tidak sampai di situ, Chairunnas yang juga menjabat sebagai Ketua PMI Kota Bukittinggi itu menganggap bahwa pernyataan Walikota Bukittinggi yang menyatakan bahwa Pemkot Bukittinggi tidak berwenang masuk ke ranah PT. KAI adalah terkesan lepas tangan dan tidak mengayomi nasib warga terdampak.
“Terdapat 206 KK, terdiri dari 86 kontrak yang didaftarkan ke PT. KAI dan kurang lebih 800 jiwa terdampak reaktivasi jalur kereta api. PT. KAI memberikan waktu bahwa sebelum 1 Agustus 2017 warga harus mengosongkan tanah demi kepentingan perusahaan besar yang dalam pembangunannya tidak menganalisa dampak sosial, ekonomi, pendidikan dan psikologi bagi kami yang rakyat jelata,” katanya.
Di lain sisi, Sekretaris OPAKAI, Yance Dede S. menjelaskan bahwa UU No. 23 tahun 2007 tentang perkereta apian, negara hanya menunjuk PT. KAI sebagai salah satu operator untuk perkereta apian Indonesia. Dengan statusnya yang hanya sebatas operator maka sangat tidak relevan apabila PT. KAI menguasai tanah secara kepemilikan.
Menyikapi permasalahan tersebut, warga stasiun Bukittinggi yang diwakili OPAKAI menyatakan Menolak pengosongan lahan emplacement rel kereta api karena Surat peringatan saudara kami nilai tidak berdasar, Menganggap tindakan yang apabila dilakukan PT. KAI untuk mengosonskan lahan tersebut adalah perbuatan melanggar hukum, Kami menyetujui pengosongan lahan tersebut apabila lahan yang dimaksud bertujuan untuk pengaktivan kembali kereta api Padang Panjang – Bukittinggi-Payakumbuh, dan menolak untuk pengosongan selain untuk hal tersebut, Kami masyarakat terdampak berserta Organlsas\Penyewa Aset Kereta Api Indonesia menyatakan penolakan dan perlawanan terhadap apa yang diniatkan dalam Surat Peringatan tersebut. (AD)