MENARAnews, Jakarta – Mencermati dinamika dan dialektika kehidupan berbangsa dan bernegara terkini, terutama yang berkaitan dengan Rencana Aksi Bela Islam jilid III. Majelis Pemuda Islam Indonesia dengan ini mengeluarkan pandangan dan sikap resmi organisasi.
“Taujihat Kebangsaan ini dirumuskan bersama kurang lebih seratus orang perwakilan OKP tingkat Pusat, Perwakilan Pesantren dan BEM se-Jakarta di sela-sela Dialog Kebangsaan sebagai bagian dari tanggungjawab moral Pemuda Islam di Indonesia dalam merespon persoalan kebangsaan, keislaman dan kemasyarakat,” tegas Sekjen Majelis Pemuda Islam Indonesia kepada wartawan selepas acara Dialog Kebangsaan, Selasa (22/21/2016) di Gedung Joeang 45, Menteng Jakarta Pusat.
Adapun isi taujihat kebangsaan MPII adalah sebagai berikut :
- Demonstrasi sebagai medium penyampaian aspirasi rakyat memang benar diatur an dijamin oleh konstitusi. Namun perlu diingat, Islam tidak cukup hanya berhenti pada masalah benar tidaknya suatu perilaku. Pertanyaannya, apakah sebuah kebenaran otomatis Juga mengandung kebaikan (maslahat)? Karena dalam koridor Asbabun Nuzul, Al-Quran bisa saja langsung diturunkan dalam satu tempat dan satu situasi saja. Dan itu pasti benar. Namun faktanya, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat dengan tujuan untuk kebaikan.
- Kaidah fiqih menyebutkan, “Hukmul Hakim ilzam wa yarfa’ul khilaf”. Keputusan pemerintah, dalam hal ini Kepolisian RI adalah bersifat mengikat dan menghilangkan perbedaan. Oleh karenanya segala bentuk syak wa sangka dan ketidakpercayaan terhadap proses penegakan hukum adalah bentuk sikap yang tidak paham fiqih.
- Kaidah fiqih menyatakan, “Dar’ul mafasid muqaddamun ‘alal jalbil mashalih”. Menghindari kerusakan lebih diprioritaskan daripada mengambil manfaat. Rencana Aksi Bela Islam Jilid III pada 2 Desember 2016 apakah sudah mempertimbangkan aspek hak kenyamanan mereka yang tidak ikut aksi karena akses mobilitas dan aktivitasnya terganggu? Adakah sistem kontrol yang ekselen pada koordinator dan mobilisator aksi pada peserta damai yang jumlahnya puluhan atau ratusan ribu di tengah psikologi massa yang rentan tersusupi provokasi Dari kelompok-kelompok yang hendak memancing di air keruh?
- Nabi Muhammad Saw menyatakan, “Al-muslimun ‘ala syuruthihim”. Orang Islam terikat pada konsensus. Jika tuntutan telah diakomodir oleh mekanisme hukum, Maka sikap Islami adalah percaya dan mengawal proses hukum. Bukan justru membuat dan menebarkan rasa ketidakpercayaan publik kepada proses hukum yang sedang berlangsung.
- Niat benar belum tentu sesuai dengan kebutuhan prioritas umat Islam. Saatnya umat Islam lebih produktif pada isu-isu pembangunan dimana umat Islam sudah jauh tertinggal. Janganlah menciptakan suasana yang justru membuat umat lupa dan asyik kepada isu non prioritas yang membuat sektor kemaslahatan, sektor kemandirian, sektor pembangunan riil terlupakan dan terpinggirkan justru oleh umat Islam sendiri.
- Al-Qur’an menyatakan, “Athi’ullah wa athi’ur rasul wa ulil amri minkum,”. Taatilah Allah, Rasulullah, dan pemimpin kalian.” Sikap negara yang telah sesuai dengan nasihat dari PBNU, PP Muhammadiyah, dan MUI berupa menggunakan mekanisme hukum dalam penyelesaian kasus dugaan penistaan agama, tentunya lebih tepat dan patut untuk dibela. Bukan justru terlarut dengan pembelaan aksi yang boleh jadi benar, namun belum tentu membawa kebaikan dan kemaslahatan.
- Mengawal dan mendukung komitmen Polri yang disertai nasihat MUI, PBNU, PP Muhammadiyah dan elemen masyarakat lainnya dalam penyelesaian proses hukum yang seadil-adilnya dan seterang-terangnya untuk menjunjung tinggi sila pertama Pancasila sebagai intisari keempat sila lainnya, yang meneguhkan Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi aspek religiusitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(RMA)