MENARAnews, Palembang (Sumsel) – Pasar 16 ilir telah lama dimanfaatkan pedagang melalui izin Hak Guna Bangunan (HGB) yang didapatkan dari pihak swasta. Pengamat Ekonomi dari Universitas Sriwijaya, Muhammad Subardi menjelaskan HGB dinilai menguntungkan pedagang. Namun disisi lain, sistem tersebut hanya menguntungkan segelintir orang yang dapat menguasai kios pasar dalam jumlah yang cukup banyak. Sistem pengelolaan juga kurang mumpuni merugikan pedagang yang harus menyewa dari kelompok yang menguasai lapak. Pernyataan tersebut diungkapkan dalam Diskusi Kajian Strategis mengenai polemik BOT Pasar 16 Ilir, di RM Indah Raso, Rabu (12/10) siang.
“Kita sangat menyayangkan hak milik (Pasar 16) Ilir tidak ditangan Pemkot, harusnya bukan milik perseorangan karena pasar merupakan barang publik. Akibatnya menjadi barang publik yang bersaing. Seharusnya sifat barang publik tidak bersaing. Untuk itu perlu intervensi pemerintah “ jelasnya.
Kepemilikan pasar sebagai aset pemerintah sangat penting agar dapat melindungi para pedagang, Para pedagang yang ingin memiliki lapak disebabkan tergiur dengan keuntungan yang besar. Apalagi letak pasar 16 sangat strategis di Palembang.
“Dalam Islam sudah jelas, jangan sampai pasar dikuasai kapital, dikuasai segelintir orang. Sehingga harga sewa mahal, maka harga jual juga mahal” tambah ahli ekonom Universitas Sriwijaya ini.
Menurutnya, mekanisme pasar memang perlu dikontrol agar tidak dikuasai kaum kapitalis. Palembang telah berpengalaman dengan pasar-pasar yang hampir dikuasai swasta seperti PS dan Cinde. Seharusnya jangan sampai dimiliki swasta. Menggunakan sistem Built Operate Transfer (BOT) sah saja, namun aturan perundangan yang mengatur BOT kerap terjadi perubahan. Tentunya akan merugikan pemerintah.
“Kita harus support PD pasar untuk mengatasi kegagalan pasar. BOT memang merupakan laternatif, namun diharapkan kapasistas PD Pasar dalam berkreasi agar tidak semua (dikuasai) swasta” tutupnya. (AZ)