MENARAnews, Sampit (Kalteng) – Wacana kenaikan harga rokok menjadi perhatian banyak kalangan dan mengakibatkan pro kontra tanggapan yang berbeda – beda. Termasuk Penggiat Anti Rokok Sampit yang aktif menyuarakan “Stop Merokok”. Bagi sebagian kalangan perokok aktif masalah kenaikan harga rokok bukanlah masalah yang begitu besar untuk mengurangi keinginan merokok. Namun beda halnya dengan penggiat anti rokok yang pada awalnya tidak sejalan dengan perokok aktif. Pihaknya mendukung penuh wacana pemerintah menaikkan harga untuk menekan angka perokok di Indonesia.
Wacana harga rokok yang akan berada diangka Rp. 50 ribu ke atas. Uang sebanyak itu dinilai bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih berguna.
“Memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi yang sudah berkeluarga. Membeli sembako lebih penting daripada lintingan tembakau,” kata Tedi Kustandi, Penggiat Anti Rokok Sampit (23/082016).
Intinya, kata Tedi, kebijakan pemerintah harus didukung karena formula baru ini dinilai sangat tepat. Sebab, kebanyakan perokok dari kalangan ekonomi lemah. Kebijakan harga rokok melambung tinggi akan membuat mereka berpikir. Kebutuhan keluarga jauh lebih penting daripada menghabiskan uang dengan cara membakar. “Mencari uang sudah susah, tapi membuangnya gampang. Beli rokok Rp 50 ribu, kemudian dibakar. Tidak sampai 5 menit habis,” lanjutnya.
Berkaca dari negara maju, angka rokok dipatok sangat tinggi berhasil menekan angka perokok. Begitu pula Indonesia, diyakini bisa memberikan imbas yang serupa.
Selain itu, Tedi juga mendukung langkah pemerintah daerah (pemda) Kotim mulai menerapkan kawasan tanpa rokok (KTR). Pemda sudah memberlakukan larangan merokok di tempat-tempat umum. “Namun, langkah pemda terkesan hati-hati. Padahal jika serius perda diterapkan, saya percaya mayoritas masyarakat menyetujui,” ujar Tedi
Jika selama ini hanya himbauan dirasa tidak cukup. Harus ada tindakan tegas dituangkan dalam perda. “Sudah saatnya pemerintah bergerak. Menciptakan Kotim yang bebas asap,” ucap Tedi.
Diawal mungkin terasa berat bagi perokok, tapi langkah ini akan mendapat dukungan luar biasa dari masyarakat Kotim. “Seperti perjuangan saya dulu untuk bisa berhenti merokok.,” terang Tedi yang juga mantan perokok aktif.
Rokok tidak hanya membahayakan kesehatan diri sendiri. Namun, perokok pasif turut terkena dampak. Mulai berhenti merokok untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan udara segar.
Lain halnya dengan kalangan perokok aktif, “Susah jika harus berhenti merokok, bahkan saya sakit kepala jika sehari saja tidak menghisap rokok,” kata Basirudin mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Sampit.
Jika sudah kecanduan, lanjutnya, tidak lagi memikirkan harga dan bahaya dari rokok. Dia juga tidak dipusingkan dengan setiap rupiah yang terbuang untuk menikmati racikan daun tembakau itu. “Rokok ibarat teman, saya tidak bisa tanpa dia,” tutupnya. (K/Hidayat)
Editor: Raudhatul N.