MENARAnews, Sampit (Kalteng) – Sengketa lahan antara perusahaan perkebunan PT. Sukajadi Sawit Mekar (SSM) dan keluarga H Masdar di Bagendang Kecamatan Mentaya Hilir Utara makin meruncing, Kedua belah pihak masih bersikukuh mengklaim lahan seluas 20 x 100 meter yang saat ini masih diproses secara hukum di pengadilan.
Ketidakterimaan pihak keluarga H. Masdar yang memiliki tanah ukuran 20 x 100 meter persegi itu, karena sejak 1996 dengan mengantong Surat Keterangan Tanah (SKT). Sedangkan pihak PT. SSM telang mengantongi surat Hak Guna Bangunan (HGB) terhadap halan tersebut.
Rusli Salim alias Atong sebagai Manager Humas PT. SSM mengakui sengketa tanah itu sudah berlangsung empat tahun ini sejak 2012, tetapi HGB yang dikantonginya baru keluar 2016 ini. Selain itu pihak H Masdar juga sudah melakukan upaya menuntut haknya itu melalui pengadilan, sehingga seharusnya lahan yang bersengketa itu tidak boleh digarap oleh kedua belah pihak karena masih dalam proses peradilan.
Atong dengan jasa pengamanan Kepolisian Resort (Polres) Kotim merasa yakin tindakannya itu illegal dan terus melakukan pengurukan tanah menggunakan alat berat loader. Padahal, dia sendiri mengatakan bahwa sengketa tanah itu dalam proses mediasi.
“Sengeta ini sudah empat tahun, sejak 2012. Prosesnya sudah mediasi tetapi Dia (H Masdar) masih ngotot,” kata Atong dengan menunjukkan posisi tanah yang disengketakan. (11/08/2016)
Berdasarkan pantauan di lapangan, patok tanah yang dibuat oleh pihak H Masdar sebetulnya sudah sepadan dengan tanah lainnya yang sekarang sudah dikuasai olah PT SSM, yang berada di depan gang di samping parkiran truk CPO PT SSM. Tanah tersebut posisinya diapit tanah PT SSM, jadi jika tanah tersebut dikuasai oleh perusahaan ini berarti tanah H Masdar ke depan tidak memiliki jalan.
Saat dikonfirmasi, tentang upaya pihak keluarga H Masdar membawa masalah ini ke ranah hukum ke pengadilan dan memberikan laporan kepada Kepolisan Daerah (Polda) Kalteng terkait kondisi sengketa tanah tersebut, tampaknya Atong tidak mau tahu dan mengatakan tidak tahu.
“Itu pihak dari mereka yang mengajukan ke pengadilan. Mereka yang menggugat bukan kita,” kata Atong singkat.
Sementara itu pihak keluarga H Masdar menjelaskan, mereka memiliki lahan itu sejak tahun 1996 dan tidak pernah merasa menjual dari siapapun. Tanah itu dibeli pada tahun 1996 dengan harga sekitar Rp3 juta rupiah.
“Tanah itu dibeli ayah saya, dan orangnya saat ini masih hidup. Dia siap saja menjadi saksi. Kami tidak ada sama sekali melakukan transaksi dengan pihak perusahaan dan tiba mereka mengklaim lahan itu, sudah dua kali ini lagi!” kata Masdar kepada Tabengan.
Sedangkan terkait posisi tanah, menurutnya, tidak benar tanah mereka berada di belakang tanah yang saat ini diklaim PT SSM. “Kalau kami dipotong seperti itu maka ukurannya kurang dari 250 meter. Karena memang sesuai ukuran pada SKT yang dikeluarkan pihak desa, tanah kami ukurannya seitu, jadi kalau di potong akan tidak sesuai. Artinya kalau ditarik ke belakang dengan ukuran yang benar tanah kami akan melewati batas tanah orang,” katanya.
Meskipun keluarga H Masdar tidak terima dengan tindakan PT SSM yang melakukan kegiatan di lahan sengketa, mereka tidak mau terpancing emosi yang menimbulkan konflik fisik. Semua tindakan perusahaan yang melanggar hukum mereka jadikan data, termasuk pemecatan sepihak sejumlah karyawan operator alat berat yang tidak mau melakukan pengurukan, karena mengetahui lahan itu masih dalam sengketa.
Sementara itu, pihak kepolisian melalui Kapolsek Sungai Sampit Iptu Masriwiyono, pihaknya sebagai jajaran Polres Kotim di wilayah tempat sengketa lahan itu terjadi hanya mengharapkan masyarakat tidak melakukan tindakan anarkis yang merugikan semua pihak.
“Kami sudah memberikan sosialisasi kepada masyarakat, agar mereka menempuh sengketa lahan ini ke jalur hukum,” katanya.
Pihak kepolisian juga mengapresiasi pihak keluarga H Masdar yang kooperatif menjaga keamanan dan ketertiban, sehingga tidak terjadi konflik fisik. Sebagai penegak hukum kepolisian juga akan membantu sebagai prosedur hukum yang berlaku.
Sementara itu, melalui via telepon Lembaga Swadaya Rakyat Laskar Pembela Rakyat Tertindas (LSR-LPRT) Agatisyansyah, yang memfasilitasi pihak keluarga H Masdar untuk meminta kebijakan Polda Kalteng, mengatakan, pihaknya mengingingkan kepolisian berada pada posisi yang netral, dan mengawal proses peradilan kasus ini sesuai prosedur hukum.
“Kami tidak berpihak kepada siapapun, kami hanya membantu masyarakat yang mengalami ketidakadilan, dan kami apresiasi sekali kepada pihak kepolisian dan kami harapkan dapat bertindak secara netral dan tidak berpihak,” kata Gatis. (CH/Hidayat)
Editor: Raudhatul. N