MENARAnews, Jambi – Gubernur Jambi melakukan Peninjauan Hutan Desa dan Hutan Tanaman Rakyat bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya dan Bupati Batanghari, Syahirsyah, di Desa Hajran, Kecamatan Bathin XXIV, Kabupaten Batanghari, Sabtu pagi (13/8/2016). Dalam acara tersebut, Gubernur mengemukakan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda), baik Pemerintah Provinsi Jambi maupun Pemerintah Kabupaten Batanghari merespon baik dan berusaha memaksimalkan pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan melestarikan lingkungan.
Usai meninjau Hutan Desa dan HTR di Desa Hajran yang merupakan kawasan hutan penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), didampingi oleh Gubernur Jambi dan Bupati Batanghari, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdialog dengan warga setempat, dan meresmikan Gedung Pusat Pembenihanan Pembibitan Tanaman Hutan dan Pupuk Organik Cair yang dikelola masyarakat setempat.
Zola menjelaskan, Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah direspon dengan baik oleh Pemerintah Provinsi Jambi, yakni pada tahun 2009 telah ditetapkan pencadangan Hutan Desa pertama di Indonesia oleh Menteri Kehutanan, yang berada di Desa Lubuk Beringin Kabupaten Bungo.
“Progress Program PHBM di Provinsi Jambi adalah seluas kurang lebih 143.326 Hektar yang terdiri dari Hutan Desa seluas 81.754 Hektar, Hutan Tanaman Rakyat seluas 58.408 Hektar dan Hutan Kemasyarakatan seluas 3.164 Hektar. Tahun 2015 Desa Hajran mendapat Pencadangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 1.272 hektar dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang didampingi oleh LSM AMPHAL,” ujar Zola.
Zola menguraikan, pencadangan HTR telah ditindaklanjuti oleh Gubernur Jambi dengan memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) kepada masyarakat Desa Hajran sebanyak 4 (empat) izin yaitu :
- Koperasi Mpang Gagah seluas 304,15 Hektar SK Gubernur Jambi Nomor 95/KEP.KA.BPMD.4/IV/2016 tanggal 14 April 2016.
- Koperasi Serengam Betuah seluas 363,03 Hektar SK Gubernur Jambi Nomor 96/KEP.KA.BPMD.4/IV/2016 tanggal 14 April 2016.
- Koperasi Bagan Rajo seluas 304,04 Hektar SK Gubernur Jambi Nomor 97/KEP.KA.BPMD.4/IV/2016 tanggal 14 April 2016.
- Koperasi Khayangan Tinggi seluas 301,37 Hektar SK Gubernur Jambi Nomor 98/KEP.KA.BPMD.4/IV/2016 tanggal 14 April 2016.
Selain kegiatan HTR, lanjut Zola, Desa Hajran juga telah mendapat Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) seluas 90 hektar yang diterbitkan Gubernur Jambi sesuai dengan Keputusan Gubernur Jambi Nomor 541/Kep.Gub/Dishut/2011 tanggal 18 Nopember 2011 yang didampingi oleh LSM WARSI.
“Desa Hajran merupakan salah satu desa penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani perkebunan karet dan masih tergantung pada kawasan hutan. Dengan adanya program PHBM memberikan legalitas kepada masyarakat untuk mengelola hutan. Program PHBM di Kabupaten Batanghari yang telah berjalan melalui pendampingan sejak Tahun 2009 yaitu pembangunan Hutan Desa seluas 3.563 Hektar yang berada di Desa Hajran, Desa Olak Besar dan Desa Jelutih yang didampingi oleh LSM WARSI. Dan mulai Tahun 2015 pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas + 1.272 yang yang didampingi oleh LSM AMPHAL berada di Desa Hajran,” terang Zola.
Zola menuturkan, kegiatan pembangunan PHBM di Desa Hajran yang telah berjalan adalah Program Aneka Usaha Kehutanan seluas 10 Hektar difasilitasi BPDAS Batanghari di lokasi Hutan Desa berupa tanaman Jelutung dan Karet; Demplot Tanaman Jabon seluas 40 Hektar tahun 2014 dan 2015 oleh Dishut Provinsi Jambi di lokasi Hutan Desa sumber dana APBD I; Penanaman MPTS jenis durian dan mangga tahun 2015; pengembangan Usaha Agroforestry sebanyak 1.100 batang bibit nangka dan petai Tahun 2016 oleh Warsi; dan Tata Batas Partisipatif Hutan Desa Hajran.
“Dari demplot tersebut ternyata Tanaman Jabon cocok dikembangkan di wilayah ini. Diharapkan dengan adanya kegiatan Persemaian dan Penanaman Jabon pada lokasi HTR di Desa Hajran, tercipta Sentra Produksi Tanaman Jabon dan Pusat Sumber Bibit Jabon untuk mendukung pengembangan budidaya Jabon di Provinsi Jambi dan dapat menunjang bahan baku Industri Kayu di Provinsi Jambi,” tambah Zola.
“Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih kepada Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Litbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Perbenihan Tanaman Hutan Yogyakarta dan AMPHAL yang telah memberikan bantuan dan bimbingan untuk pengembangan Hutan Tanaman Rakyat di Provinsi Jambi. Dan, kami berharap kiranya bantuan serupa dapat diberikan pada lokasi Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan yang lainnya di Provinsi Jambi,” tambahnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya, mengatakan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) merupakan solusi mengatasi konflik lahan yang terjadi di masyarakat. “Tidak munculnya konflik dalam pengelolaan HTR karena masyarakat sendiri yang mengelola dan selaku pemegang izin. Namun yang harus diperhatikan adalah hasil dari hutan tersebut bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Siti Nurbaya.
“HTR keuntungannya untuk optimalisasi ruang, HTR memberikan akses legal kepada masyarakat dan mengatasi atau solusi timbulnya konflik,” kata Siti Nurbaya.
Sitii Nurbaya juga menegaskan, konsistensi pengelola HTR harus dijaga dan harus ada jaringan kerja. Sebab itu pendampingan oleh LSM peduli lahan dan hutan sangat penting.
“Kreatifitas masyarakat itu tidak boleh mati. Saya ingin melihat kekuatan dari kelembagaan kita di masyarakat dan itu tampak di sini. Ini adalah bisnis rakyat, biasanya yang mampu mengelola lahan adalah konglemerat tapi ke depan mudah-mudahan menjadi konglerakyat,” jelas Siti Nurbaya.
Direktur Eksekutif Aliansi Masyarakat Peduli Hutan dan Lahan (Amphal) Batanghari, Adhietya Noegraha mengatakan, proses izin HTR Desa Hajran sudah dimulai sejak tahun 2006 lalu. Namun pencanangan baru bisa dilakukan pada tahun 2014 dengan luas HTR 1.272 hektare.
“Kita pilih tanaman Jabon dan juga dibangun pembibitan Jabon. Dimana pembibitan bisa mengahasilkan 100 ribu batang Jabon per bulan,” kata Adhietya.
Selain pembibitan juga dikembangkan pupuk organik cair yang menghasilkan 600 liter per bulan, namun belum mendapat izin industri. “Ke depan Hajran bisa menjadi jendela kehutanan Indonesia. Dengan hadirnya menteri, kami akan lebih bersemangat lagi. Selain Jabon kami juga berencana mengembangkan padi ladang. Harapan kami kalau teralisasi, Hajran juga akan menjadi desa mandiri pangan dari kawasan hutan,” tambah Adhietya. (DU)