MENARAnews, Banda Aceh (Aceh) – Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif dalam kunjungannya ke kantor Gerak Aceh, (4/8) menuturkan, Aceh menjadi salah satu dari enam provinsi yang menjadi tujuan KPK untuk pencegahan dan penegakkan anti korupsi. Keenam provinsi yang dinilai pihak KPK membutuhkan perhatian khusus yakni, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Banten, Papua Barat, dan Papua.
“Dengan dana sebesar 42 triliun rupiah tiap tahunnya, pembangunan di Aceh seharusnya bisa lebih baik dibandingkan dengan daerah lain yang menerima dana lebih kecil,” ujar Laode.
Sasaran korupsi paling banyak didapatkan dari pengurusan perijinan serta pengadaan barang dan jasa. Oleh sebab itu, KPK mengajak masyarakat untuk terus mengawal aktualisasi dari APBD yang telah direncanakan Pemerintah Provinsi.
“Untuk pemberantasan tindak korupsi yang ada di Aceh, KPK juga membutuhkan kerja sama dari pihak Kepolisian, Kejaksaan serta harapan yang besar kepada agen SPAKuntuk melaporkan tindakan-tindakan korupsi,” tandasnya.
Sementara itu, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani menyampaikan, kunjungan KPK ke kantor GeRAK bukan merupakan kali pertama dan di setiap kunjungan KPK, GeRAK selalu menitipkan ‘kado’ untuk KPK dengan tujuan memperbaiki kondisi Aceh. Selama ini, penyelesaian kasus-kasus korupsi di Aceh banyak yang tidak tuntas, bahkan pihak-pihak yang bertanggung jawab dinilai mengabaikan maraknya praktik korupsi di Aceh.
“Kerja sama yang harusnya terjalin antara Kejati dan Polda untuk menyelesaikan kasus korupsi di Aceh, pada realisasinya, Polda Aceh kurang serius menangani kasus ini. Tercatat sampai Semester I 2016, Kapolda Aceh sama sekali belum menuntaskan kasus korupsi,” tambahnya.
Maraknya kasus korupsi yang terjadi di Aceh, salah satunya yakni, GeRAK Aceh telah mendapatkan laporan terkait adanya oknum Bupati yang secara terus terang meminta fee sebesar 18% dari pemenang proyek bersumber dari APBD. Perilaku Bupati tersebut membuat tujuh kontraktor merasa dirugikan. (AM)