MENARAnews, Jambi – Pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2017 memasuki tahapan pengusungan kandidat. Usai penjaringan Cakada beberapa waktu lalu di Partai Politik (Parpol), pengusungan kandidat yang bakal bertarung di Pemilihan Bupati (Pilbup) mendatang bakal ditentukan lewat hasil survei akhir bulan ini.
Metode pengusungan kandidat lewat elektabilitas kandidat ini, mendapat kritikan pengamat politik.
Fariz, dari Fisipol Universitas Jambi (Unja) menilai hal ini membahayakan dunia politik. Mekanisme ini tak memberikan pendidikan politik.
“Penjaringan kandidat lewat survei itu hanya pertarungan popularitas. Bukan pertarungan kapabilitas. Itu berbahaya. Berbahaya bagi dunia politik, masyarakat,” katanya pada awak media, kemarin (20/7) siang.
Lebih lanjut dikatakan, popularitas bisa digenjot dengan berbagai cara. Namun, untuk pemerintahan, popularitas sangat tidak diperlukan. Dalam memimpin suatu daerah, dibutuhkan kapabilitas.
“Apa kandidat yang mempunyai popularitas dapat memimpin? Misalkan seorang pengusaha, punya popularitas tapi harus punya kapabilitas. Ini kita berbicara pemerintahan. Untuk kepala daerah, dibutuhkan kapabilitas,” terangnya.
Kelemahan lain dalam pengusungan kandidat yang mengandalkan hasil survei dikatakan Fariz terletak pada fungsi partai. Partai, dalam fungsinya menyerap aspirasi masyarakat. Lalu, bagaimana partai memperjuangkan aspirasi masyarakat pada kandidat yang populer?
“Ini dia. Untuk mencalonkan kandidat, harus lewat jalur partai atau independent. Partai ini pragmatis. Lalu bagaimana dengan fungsi partai? Bagaimana aspirasi rakyat? Bagaimana dengan pengkaderan partai?,” katanya balik bertanya.
Ia juga menyoroti soal pengkaderan partai. Jika kandidat yang populer bukan dari partai, bagaimana dengan pengkaderan? Ini, sambungnya, menunjukkan kegagalan partai dalam pengkaderan. (GWA)