MENARAnews, Jakarta – Sejak dirilis Niantic pada 4 Juli 2016, aplikasi Pokemon Go mendapat sorotan dari praktisi keamanan informasi dan lembaga intelijen di beberapa negara terkait segi keselamatan dan keamanannya. Hal ini dikarenakan penggunaan teknologi GPS dan Augmented Reality yang disematkan dalam aplikasi Pokemon Go dikhawatirkan menjadi alat mata-mata badan intelijen Amerika Serikat, CIA untuk mencari informasi tentang kondisi keamanan suatu negara.
Selain itu, penggunaan kamera pada aplikasi tersebut juga dicurigai sebagai alat untuk kegiatan monitoring instalasi vital, seperti markas komando militer, istana negara, dan gedung pemerintahan lainnya.
Benarkah memang seperti itu? Analisa yang dilakukan oleh sebuah perusahaan bernama Applidium akhirnya menjawab kekhawatiran tersebut. Isu tentang keamanan aplikasi Pokemon Go yang selama ini viral di media sosial itu ternyata tidak benar, hanya sebuah hoax murahan yang dibesar-besarkan.
Untuk membuktikan apakah benar aplikasi Pokemon Go mengirimkan data-data gambar atau video ke server, Apllidium melakukan reverse engineering untuk mendapatkan kode pemogramannya (source code) dan melihat bagaimana aplikasi itu bekerja.
Menurut Apllidium, kode pemograman aplikasi Pokemon Go tidak dikaburkan sehingga proses reverse engineering lebih mudah dilakukan. Dari hasil analisa source code tersebut, tidak ditemukan perintah mengirimkan data gambar atau video ke server Pokemon Go.
Hal senada juga disampaikan oleh Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, yang mengatakan bahwa Pokemon Go tidak mengirimkan data gambar atau video ke server. Hanya sebuah kode teks yang berukuran puluhan kilobyte
“Dari hasil analisa source code yang dilakukan selama dua minggu, tidak ada gambar atau video yang dikirim ke server. Data yang dikirim hanya kode teks dengan ukuran puluha kilobyte,” kata Pratama. (ADF)