MENARAnews, Nasional – Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djaffar beranggapan bahwa pembentukan Badan Intelijen Pertahanan oleh Kementrian Pertahanan merupakan suatu hal yang tidak mendesak.
Ia menilai lembaga intelijen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pemerintah atas informasi dan analisis intelijen.
Selain itu, menurut Wahyudi, jika pemerintah mengabulkan pembentukan badan intelijen pertahanan, fungsingya justru akan saling tumpang tindih dengan badan intelijen lainnya, karena fungsi intelijen militer dan pertahanan saat ini sudah diamanatkan kepada Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, serta fungsi intelijen pertahanan berkaitan dengan kegiatan pengumpulan informasi yang sifatnya pemantauan keluar, bukan ke dalam negeri.
“Jadi saya tidak melihat adanya alasaan kuat terkait pembentukan badan intelijen baru,” kata Wahyudi seperti dilansir CNN Indonesia.
Menurutnya, Kemhan lebih baik memperkuat koordinasi dengan BAIS TNI daripada membentuk badan intelijen pertahanan baru. “Sudah menjadi rahasia umum bahwa para aktor di sektor pertahanan dan keamanan memiliki ego sektoral yang tinggi sehingga koordinasi sulit dilakukan,” ujarnya.
Wahyudi juga menolak klaim Kementrian Pertahanan yang menganggap bahwa badan intelijen pertahanan memiliki kesamaan fungsi dengan badan intelijen di Amerika Serikat, yaitu Central Intelligence Agency (CIA) dan Defense Intelligence Agency (DIA)
Wahyudi menjelaskan, terdapat perbedaan kebijakan politik luar negeri antara Indonesia dan AS. Ia juga menuturkan ancaman aktual terhadap pertahanan Indonesia juga berbeda dengan AS.
“CIA dan DIA merupakan badan intelijen yang fungsinya menjaga kepentingan AS di luar negeri. Apabila badan intelijen itu dibentuk di Indonesia, nantinya akan bertugas apa,” ucapnya. (ADF)
{loadposition media-right}