MENARAnews, Pandeglang (Banten) – Program Studi Ahwal Asy-Syakhsiyyah Fakultas Agama Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) menggelar Seminar Nasional dengan mengusung tema Islam Yes Teror No, Upaya Meminimalisir Faham dan Isu Radikal. Kegiatan diselenggarakan di Aula Baitul Hamdi, Kecamatan Menes dengan menghadirkan pembicara yang kompeten dibidangnya masing-masing, seperti Peneliti dari CSRC Jakarta Ubed Abdillah Syarif dan Dosen IAIN Serang Nurul Maarif. (17/06/2016)
Dalam sambutannya, TB Syafrudin mengatakan, radikalisme selalu diidentikkan dengan agama Islam, di Pandeglang sendiri banyak penyimpangan agama Islam seperti kelompok Gafatar dan Ahmadiah.
“Menanggapi banyaknya permasalahan yang terjadi, Pemerintah Kabupaten Pandeglang membuat Badan Koordinasi Pengawas Aliran Keagamaan Masyarakat (Bakorpakem) dan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), hal tersebut merupakan upaya deteksi dini, temu cepat, dan lapor cepat,” pungkasnya.
Ia berharap, semoga kegiatan seperti ini dapat menjadi contoh bagi universitas yang lain sehingga radikalisme dapat diminimalisir.
Di tempat yang sama, Peneliti dari CSRC Jakarta Ubed Abdillah menuturkan, dalam konteks agama, radikalisme berakar dari pandangan tafsir atas ayat suci secara tekstual tanpa memperhatikan dari konteks sosiologis, pandangan tersebut menyebabkan munculnya gerakan fundamentalisme dan fanatisme keagamaan.
“Radikalisme lahir dari ketertutupan, miskin dialog, merasa pemikiran dan pandangannya paling benar, dan semua di luar kelompoknya adalah musuh. Dalam banyak kasus, radikalisme berujung pada tindakan yang bersifat destruktif, intimidasi, penyerangan, teror, dan pembunuhan (pengeboman), dan lain-lain,” tambahnya.
Menurutnya, pola perekrutan para pelaku teror dan radikal cenderung menggunakan model indoktrinasi nilai dan pemahaman yang monolitik dari seorang pemimpin atau gurunya, proses indoktrinasi tidak mengenal ruang dialog, diskusi, dan bersifat searah sehingga yang dituntut adalah kepatuhan tanpa ada ruang kritis dan tidak ada pencerahan sebagai tujuan dari proses pendidikan.
“Dalam proses belajar agama, diperlukan ada ruang kritisme yang dapat melatih kedewasaan berfikir dan memahami agama secara menyeluruh sehingga ada ruang yang memungkinkan pembelajar agama melakukan diskusi atas persoalan agama dan masalah kekinian,” pungkasnya.
Di sisi lain, Dosen IAIN Serang Nurul Maarif mengatakan bahwa peran keluarga dalam mendidik seorang anak sangat berpengaruh terhadap potensi munculnya radikalisme pada seorang anak.
“Ada tiga jenis pola asuh yang dilakukan orangtua kepada anaknya, yaitu pola demokratis yang menghargai pendapat anak, pola otoriter yang cenderung kaku atau pengawasan yang sangat ketat, dan pola permisif yang tanpa pengawasan sama sekali,” tukas Nurul.
Ia menegaskan, dari ketiga pola asuh tersebut, pola asuh kedua dan ketiga lebih berpotensi memunculkan sikap radikal pada anak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan anak dalam segala hal dengan kontrol yang rasional harus lebih dikedepankan.
Para peserta seminar tersebut sangat antusias dengan materi yang disampaikan oleh narasumber, hal itu dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa ataupun mahasiswi yang bertanya baik dari Fakultas Ekonomi maupun Fakultas Agama UNMA. (Nz_Kant).
Editor: Irdan
{loadposition media-right}