MENARAnews, Jakarta – Jelang perayaan hari besar seperti Ramadhan dan Lebaran, harga daging sapi mengalami kenaikan di seluruh pasar di Indonesia. Kenaikan harga ini juga tak luput dari pantauan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).
KPPU sudah sering melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) di kawasan tangerang. Mereka ingin melihat, kenapa harga daging di Indonesia lebih mahal ketimbang harga dafing di Malaysia. Apalagi menjelang perayaan hari besar.
“Kalau di Indonesia rata-rata dijual Rp. 110 ribu sampai Rp. 120 ribu perkilonya. Sedangkan di Malaysia dijual hanya Rp. 45 ribu hingga Rp. 60 ribu per kilonya. Padahal sumber dagingnya relatif sama dari Australia,” ujar Ketua KPPU Syarkawi Rauf, saat ditemui di Medan, Jumat (10/06/2016).
Tingginya harga sapi, menurut KPPU, disebabkan oleh adanya permainan Feedloter. Dimana mereka kerap menahan pasokan sapi siap potong ke RPH. Pihaknya juga sering menghukum feedloter yang melakukan pelanggaran.
“Pada 2015 lalu kita menghukum setidaknya 32 feedloter, dimana pada Ramadhan lalu feedloter tersebut memasok sapi kepada RPH yang biasanya 30 ekor per hari menjadi 8 ekor perhari akibatnya harga menjadi naik.Feedloter tersebut yang kita hukum karena harga jadi naik menjadi Rp. 140 ribu per kilonya,” jelasnya.
Syarkawi menjelaskan, biasanya di feedloter Rp. 42.000 ribu sekarang naik menjadi Rp. 43.000 ribu. Jadi kalau harga sapi di feedloter perusahaan penggemukan, maka harga di RPH itu dikali dua dengan harga feedloter menjadi Rp. 86.000 ribu ditambah setelah dipotong itu ada harga daging dan tulang.
“Tulangnya itu 20 persen, nah 20 persen itu kalau dikeluarkan tinggal dagingnya saja itu tambah lagi ongkosnya Rp. 20.000 ribu berarti harga dari RPH ke penjual di pasaran menjadi Rp. 106 ribu. Kemudian penjual menaiakan harganya lagi menjadi Rp. 115 – 120 ribu yang kemudian dijual kekonsumen. Itulah proses pembentukan harga daging sapi di Indonesia,” jelasnya. (yug)