MENARAnews, Sampit (Kalteng) – Dalam waktu dekat sejumlah lembaga adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat di Kotim secara resmi menyurati Bupati Kotim yang juga ditembuskan ke DPRD Kotim untuk menyelesaikan masalah sengketa klaim lahan di tanah kuburan yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman km 6 Sampit.
“Tadi sekitar pukul 09.00 WIB kami sudah melakukan mediasi di kantor MUI Jalan A Yani Sampit terkait masalah tanah kuburan atas laporan dari pihak pengurus Sosial Bakti yang di ketuai oleh Pak Koteng,” kata M. Jais Damang MB Ketapang, kepada media ini kemarin (29/05/2016).
Dikatakan Jais dulunya komplek pemakaman umum tersebut untuk lima agama yakni Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu berdasarkan SK bupati tahun 1991 dgn ukuran lebar 1000 m dan panjang 1500 m.
Namun dalam perjalannya kini sejumlah oknum mengklaim lahan itu sebagai tanah mereka, sehingga yayasan Sosial Bakti melayangkan laporan resmi untuk di selesaikan melalui jalur kedamangan.
“Dalam surat laporannya itu mereka meminta bantuan kepada kedamangan agar masalah tersebut bisa diselesaikan dan terungkap, penanganan oleh pemerintah kabupaten selama ini dinilai lamban sehingga masalah tersebut menjadi runyam terkait banyaknya kepemilikan pribadi dengan SHM sebagai dasar surat kepemilikan,” ungkap Jais.
Dikatakan Damang MB Ketapang itu ada indikasi berjamaah para oknum untuk memiliki lokasi tersebut, padahal mereka tidak sadar tanpa diperjual belikan harusnya mereka tahu di situ mereka punya hak tanah ukuran 1 m x 2 m sebagai tempat peristiratan terakhir mereka nantinya.
“Dari hasil rapat yang melibatkan yayasan semua perwakilan agama yang ada di Kotim sepakat mendesak pemerintah daerah agar mengembalikan posisi tanah tersebut seperti semula sesuai SK Bupati Kotim,” tukas mantan Wakil Ketua DAD Kotim itu.
Sehingga dalam waktu dekat mereka membuat kesepakatan bersama dan menyampaikan lewat Kedamangan MB Ketapang untuk menyampaikan kepada Pemerintah Kabupaten.
“Ini sangat mendasar dan agar segera ditangani dengan serius oleh Pemkab, karena saudara kita keturunan Tionghoa juga punya hak di komplek tersebut karena lahan itu didapat dari tukar guling dengan komplek kuburan Cina di sekitar terminal dulu,” ungkap Jias.
Bahkan menurutnya apabila tidak segera ditangani dan posisi tanah dikembalikan dengan ukuran semula sesuai SK Bupati, maka pihak tokoh masyarakat Tionghoa beserta anggota yayasan akan meminta kepada pemerintah untuk mengembalikan lokasi pemakaman mereka di Terminal Patih Rumbih jalan MT. Haryono, Sampit sementara tanah di km 6 dianggap sewa atas penggunaan tanah tersebut.
“Itu ditegaskan langsung oleh Pak Ayes (Tokoh Tionghoa) dalam mediasi tadi,” ungkap Jais.
“Batas waktu hanya diberikan sekitar empat bulan terhitung awal Juni untuk Pemkab menanganinya, Apabila belum juga diselesaikan maka seluruh yayasan dari semua agama dengan didukung oleh MUI dan Kedamangan MB Ketapang akan menguasai dan menduduki tanah tersebut, kegiatan yang akan dilakukan adalah membloking tanah tersebut sesuai ukurannya dengan menggunakan alat berat, semua kekuatan alat berat yg dimiliki keturunan tionghoa dan warga yang lain akan diturunkan,” tegasnya.
“Terkait kepemilikan pribadi yang masih terdapat dilokasi komplek pemakaman tersebut baik hak milik kelompok 156 maupun kepemilikan sekarang yang ada SHM-nya itu kami anggap menjadi tanggung jawab penuh Pemerintah Kabupaten,” pungkasnya. (Kontributor)
Editor : Raudhatul N.