MENARAnews, Medan (Sumut) – Komisi Yudisial Republik Indonesia pada periode 1 Januari hingga 29 April 2016 menerima sebanyak 1060 laporan masyarakat terkait hakim yang diduga melakukan pelanggaran kode etik. Sebanyak 488 laporan langsung dari masyarakat dan 572 surat tembusan. Hal diatas menunjukkan pemahaman masyarakat tentang pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) semakin baik.
Hal tersebut diungkapkan oleh Juru Bicara Komisi Yudisial RI, Farid Wajdi saat bertemu dengan wartawan di Medan, Senin (16/2/2016). Farid menyampaikan, bersarkan jenis perkara pada periode Januari hingga April 2016 perkara perdata dan pidana di bawah Pengadilan Negeri menempati posisi kedua terbanyak dilaporkan.
Berdasarkan lokasi aduan yang diterima, lima posisi terbanyak yang melaporkan pelanggaran KEPPH diantaranya, DKI Jakarta, Sumut, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
“Khusus untuk Sumut, ada sebanyak 54 laporan pelanggaran KEPPH yang masuk. Ini membuktikan masyarakat Sumut semakin baik pemahamannya,” ujarnya.
Dari 488 laporan masyarakat yang diterima, KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan administrasi dan substansi untuk dilakukan registrasi sebanyak 174 laporan masyarakat. Setelah dilakukan registrasi, KY kemudian melakukan penanganan analisis laporan berjumlah 86 laporan masyarakat.
Untuk penanganan lanjutan laporan masyarakat berdasarkan hasil keputusan sidang panel sebanyak 99 laporan masyarakat, yaitu 36 laporan dapat ditindaklanjuti dan 63 laporan tidak dapat ditindaklanjuti. Sementara penanganan lanjutan laporan masyarakat berdasarkan sidang pleno sebanyak 58 laporan dengan menghasilkan keputusan sidang pleno: 9 laporan terbukti adanya pelanggaran KEPPH dan 49 laporan tidak terbukti adanya pelanggaran KEPPH.
Dari total 58 laporan yang masuk di tingkat sidang pleno, sekitar 84% (49 laporan) tidak terbukti. Artinya, hanya sekitar 16% (9 laporan) yang terbukti dan dijatuhi sanksi. Hal ini lazim terjadi, bahkan di Amerika Serikat sekalipun, sekitar 90% laporan dilakukan dismissal procedure karena tidak terbukti atau tidak berkaitan dengan pelanggaran perilaku hakim.
Komisi Yudisia; telah mengeluarkan usul penjatuhan sanksi kepada Mahkamah Agung terhadap delapan orang hakim terlapor. Adapun rinciannya, yaitu lima orang hakim terlapor dikenakan sanksi ringan berupa teguran lisan satu orang, teguran tertulis dua orang dan pernyataan tidak puas secara tertulis dua orang. Dua orang hakim terlapor dikenakan sanksi sedang berupa hakim nonpalu paling lama tiga bulan (1 orang) dan penundaan kenaikan pangkat paling lama satu tahun (1 orang) dan 1 orang hakim dikenakan sanksi berat dengan hasil Majelis Kehormatan Hakim (MKH) berupa pemberhentian dengan hormat.
“Dengan adanya laporan penanganan masyarakat ini, hal ini merupakan sumbang saran KY kepada MA, pemerintah, masyarakat, dan media massa untuk perbaikan peradilan di Indonesia. Terkhusus media massa, perannya sangat diperlukan sebagai alat publikasi kepada masyarakat dan sebagai kekuatan bagi masyarakat yang melaporkan ke KY,” imbuhnya.(Dedi)
{adselite}