MENARAnews, Ambon (Maluku) – Camat Kairatu Barat, Freintje Laturette, mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Oleh sebab itu, dirinya mendorong untuk membentuk posko berbasis komunitas untuk penanganan dan pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Hal ini disampaikan Laturette dalam pertemuan yang diprakarsainya dalam rangka koordinasi sebagai inisiasi pembentukan posko berbasis komunitas untuk penanganan dan pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten SBB.
Pertemuan yang berlangsung pekan lalu di Kantor Kecamatan Kairatu Barat ini merupakan langkah yang sangat strategi dalam rangka mendorong desa-desa di wilayah Kecamatan Kairatu Barat untuk dapat menyediakan layanan berbasis komunitas dalam penanganan perempuan dan anak korban kekerasan.
Hadir dalam kegiatan ini Bapak Kapolsek Kecamatan Kairatu Barat, Bapak Ketua KUA Kecamatan Kairatu Barat, para raja, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan anggota komunitas dari negeri-negeri di Kecamatan Kairatu Barat, Kepala Puskesmas kecamatan Kairatu Barat, serta anggota masyarakat lainnya. Narasumber utama dalam kegiatan ini adalah Ramadan, SH.,Jaksa dari Kejaksaan Daratan Honipopu di Piru Pada sambutannya, Camat Kairatu Barat menghimbau semua desa atau negeri agar memberikan prioritas untuk sosialisasi dan pembentukan posko dalam pencairan dana desa.
Hal ini disampaikan, karena semua desa di Wilayah Kecamatan Kairatu Barat sudah menganggarkan kegiatan-kegiatan tersebut melalui ADD atau APBD Des 2016. Sementara itu, Ramadan, SH narasumber dari Kejaksaan Piru memberikan sosialisasi tentang UU PKDRT dan UU Perlindungan Anak, serta membahas kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan Anak di wilayah kerja Kejaksaan Piru.
Ramadan menjelaskan, kasus kekerasan seksual yang ditangani di kejaksaan pada tahun 2015 sebanyak 13 kasus kekerasan seksual, kebanyakan perkosaan dan cabul. Sedangkan di tahun 2016, hingga bulan April tercatat 7 kasus perkosaan dan cabul. Adapun kasus KDRT yang ditangani selama 2016 sejumlah 1 kasus, dan sudah dimediasi atas permintaan korban dan keluarga.
Raja Lohiatala, pada sesi tanya jawab, menyatakan bahwa desa/negerinya sudah merencanakan anggaran melalui APBD Desa untuk penyuluhan dan sosialisasi dalam pembentukan posko komunitas. Hal ini dilatarbelakangi tingginya kasus KDRT yang terjadi dan selama ini hanya diselesaikan secara kekeluargaan. Keberadaan posko dirasa akan memudahkan korban dalam penanganan kasusnya.
“Kami selama ini dibantu oleh teman-teman dari LAPPAN, dalam proses pendampingan terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, kami juga berharap proses pendampingan akan berkelanjutan,”harap Raja.
Sharing Pendampingan Kasus Pada kesempatan itu juga, Fatma, perwakilan posko komunitas Waralohi menuturkan bahwa posko dibentuk secara musyawarah di tingkat desa ini pada tahun 2015 telah mendampingi 9 kasus, dan yang dominan adalah kasus kasus kekerasan seksual.
Sejauh ini, di tahun 2016 telah ada 3 kasus yang didampingi. Selain pendampingan, posko juga terlibat dalam advokasi dan penyusunan Naskah Akademik Perda Penyelenggaraan dan Perlindungan Perempuan di Kabupaten SBB. Sementara Ibu Yati perwakilan Posko Waitasi, menjelaskan bahwa posko dibentuk melalui musyawarah desa dengan menghadirkan semua pihak termasuk Polsek Kairatu. komitmen desa untuk mendukung posko melalui ADD.
“Posko yang telah terbentuk ini telah aktif melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Oleh sebab itu semua perwakilan yang hadir bersepakat untuk melanjutkan kegiatan koordinasi serta penanganan perempuan dan anak korban kekerasan, dan terutama dalam rangka pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tutur Yati (RM)