MENARAnews, Palangka Raya (Kalteng) – Meningkatnya aksi kriminal dan separatis di Indonesia membuat organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kalteng tergerak untuk memberikan solusi. Solusi itu dipaparkan secara komprehensif dalam kegiatan Halqah Islam dan Peradaban, Sabtu (28/05/2016) di Aula Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen dan Ilmu Komputer (STIMIK) Kota Palangka Raya.
Dalam kesempatan itu, Ir. H. Ismail Yusanto, M.Si, Phd juru bicara DPP HTI menyampaikan di Indonesia setiap 93 detik terjadi tindakan kriminal dengan berbagai macam bentuk. Angka ini menurut Ismail meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 193 detik.
“Peningkatan kuantitas ini berdampak terhadap semakin hilangnya rasa aman. Kita tidak bisa tidur nyenyak apabila masih meninggalkan modil terparkir di halaman. Ada berbagai faktor yang mendorong terjadinya tindakan kriminal dan biasanya akibat faktor ekonomi,”ungkapnya saat mengisi materi dengan tema “Solusi Memberantas Kriminalitas dan Separatis”.
Di lain pihak, Aldila Surasna Gerhana Putri, S. Pd Ketua Muslimah HTI Kalteng mengatakan dalam pandangan Islam sebuah agama tidak hanya mengatur aspek spiritual tetapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan terutama sanksi dalam tindakan kriminal.
“Jadi setiap tindakan kriminalitas itu kita kembalikan kepada pandangan Islam untuk mencari solusinya, seperti yang dibicarakan oleh juru bicara tadi, bagaimana maraknya kasus tindakan kekerasan seksual seperti pemerkosaan sudah diatur sanksinya di dalam Islam,”ujarnya.
Bagi pelaku pemerkosaan yang belum menikah, ungkap Aldila maka di dalam Islam akan diberi hukuman cambut serratus kali kemudian diasingkan. Namun apabila telah menikah kemudian memperkosa, lanjutnya maka dihukum rajam dengan dilempari batu hingga mati.
“Tidak hanya kasus perkosaan yang diatur dalam islam, sodomi juga sebetulnya harus dihukum mati. Tujuanya itu ya memberikan efek jera,”jelasnya.
Hukum di Indonesia, terang Aldila masih memiliki standar yang beragam sehingga dianggap belum mampu memberikan efek jera. Misalnya, dia mencontohkan pemberian sanksi tergantung dari usia bahkan sampai pada latar belakang keluarga pelaku.
“Berbeda dengan syariah islam yang tidak memandang statusnya, apakah itu islam ataupun nonislam. Dimana dikatakan seperti tindakan kekerasan seksualitas terhadap perempuan dan kriminal lainnya kalau kemana-mana tidak lagi memberikan perlindungan dan keamanan terhadap perempuan, ada rasa was-was dan takut,”jelasnya.
Tidak hanya kasus kekerasan seksual, Aldila beranggapan Indonesia sudah menjadi ladang ekpor dan impor Narkoba, Alkohol, maupun video porno.
“Budaya yang masuk ke Indonesia ini bisa merusak moral anak bangsa seperti video pornografi yang menimbulkan rangsangan, gaya hidup kebebasan seperti itu pemicu kejahatan. Harusnya sanksi berat itu ada, dan apa pemicunya itu juga ditutup, masuknya miras, Narkoba, dilarang sama sekali akses jalan pornografi juga dilarang hingga pemicu untuk orang itu terangsang tidak ada dan ditambah dengan adanya sanksi yang berat sehingga orang jadi takut untuk melakukan hal itu,” katanya. (Marlianti)
Editor : Raudhatul N.
{loadposition media-right}