MENARAnews, Bisnis – Albert Humphrey pada rentang waktu 1960-1970, pernah melakukan sebuah penelitian di Stanford Research Institute bersama beberapa rekannya. Mereka ingin mencari tahu mengapa suatu perencanaan bisnis bisa gagal.
Penelitian ini melibatkan 1.100 perusahaan dan organisasi untuk diwawancarai serta kuesioner dengan 250 butir dirancang dan diisi oleh lebih dari 5.000 eksekutif yang menjadi responden. Mereka menemukan jika Strength (S), Weakness (W), Opportunity (O) dan Threat (T) menjadi faktor yang perlu dipahami untuk menjalankan usaha dengan baik.
Dalam hal ini, SWOT tidak hanya berlaku dalam bisnis perusahaan besar. Analisis ini harus bisa diterapkan di semua kalangan jenis dan pebisnis. Misalnya dalam bisnis ‘tanpa modal’ yang memanfaatkan kecakapan kita pada satu hal. Menjadi pemandu acara contohnya. Strength (kekuatan) yang harus dimiliki seorang pemandu acara adalah suara dan kecakapannya berkomunikasi. Weakness (kelemahan) merupakan hal-hal yang bisa menghambat perjalanan karirnya misalnya jenis suara yang kurang sesuai. Sedangkan untuk Opportunity (kesempatan) adalah peluang yang bisa ia gunakan untuk semakin memantapkan karirnya. Dan terakhir Threat (ancaman) semisal banyaknya pemandu acara lain.
Meski demikian, sudah banyak pemandu acara yang memanfaatkan ‘kekurangan’ di mata orang lain menjadi kekuatannya. Di kancah dunia mungkin banyak yang mengenal Oprah Winfrey dengan warna kulit yang dianggap mewakili kaum minoritas. Sedangkan di dalam negeri ini ada Andi F Noya yang pada awalnya diragukan karena sifatnya yang ceplas-ceplos. Kedua pemandu acara sohor tersebut telah berhasil menghapus ‘W’ dalam perencanaan bisnis mereka.
Salah satu sosok baru di dunia presenter Kota Medan yang juga sukses menghapus ‘W’ dalam perencanaan bisnisnya adalah M Haris Nasution. Pria bernama panggung Moris ini bisa jadi salah satu sosok yang bisa dijadikan inspirasi. Haris mengawali karirnya dengan menjadi penyiar di salah satu radio swasta di Kota Medan pada tahun 2013. Pria berdarah batak ini mengawali karir menyiarnya dengan mengikuti seleksi menjadi penyiar di radio kampus. Setelah sukses jadi penyiar tingkat kampus, ia lantas mencoba melebarkan sayap menuju radio komersil berbekal menjadi juara tiga di kompetisi menyiar yang diadakan radio tersebut.
Perjalanannya terbilang tak mulus sebab warna vokalnya yang tidak bulat seperti lelaki pada umumnya. Ia bahkan disuruh merokok agar suaranya lebih berat. Namun ia punya komitmen lebih baik tidak usah jadi penyiar kalau disuruh merokok.
“Gak sedikit yang bilang suaranya cempreng lah, disuruh merokoklah, bahkan disuruh coba tahun depan,” ujar pria yang akan segera menyelesaikan studinya di Universitas Sumatera Utara.
Perkataan-perkataan seperti itu bukannya memadamkan hasrat Haris untuk bersentuhan dengan ‘mikrofon’. Ia semakin ingin membuktikan bahwa ia mampu. Ia pun mengikuti pelatihan dari radio tempatnya dengan intensif bahkan saat bulan puasa. Setelahnya ia kembali menantang diri dengan masuk ke radio dangdut yang bertolak belakang dengan genre-nya yang pop.
“Kita tidak akan pernah tahu jika tidak mencoba,” ucapnya. Di tahun yang sama ia pun terjun ke dunia pemandu acara. Di ranah ini ia pun cukup menemui banyak kesulitan. Tapi dengan prinsipnya, terus mencoba agar tahu, kini ia pun jadi salah satu penyiar dan pembawa acara yang suskes dengan suara cemprengnya yang khas.
Ia memang ingin punya banyak pengalaman sebelum memasuki dunia presenter profesional agar mantap saat nanti benar-benar sudah berada di sana.
“Makanya aku coba dari radio atau job yang kecil-kecil dulu. Pun dengan genre yang berbeda-beda,” katanya.
Tips dari Haris jika ingin mengubah kelemahan menjadi kekuatan adalah terus maju jika hal itu merupakan passion dan bakat yang kita miliki. Terus mencoba segala sesuatu yang bisa mengasah kelemahan itu juga mulailah segala sesuatu dengan bertahap.
Oleh : Ika Putri A. Saragih
{loadposition media-right}