MENARAnews, Medan (Sumut) – Penetapan tersangka kepada tiga orang masyarakat adat Dusun Matio, Desa Parsoburan Barat, Kecamatan Habinsaran Kabupaten Toba Samosir atas tuduhan menghalangi akses jalan umum mendapat reaksi keras dari warga setempat dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Sekretaris Jenderal Deputi III PB AMAN, Arifin Saleh mengatakan bahwa kriminalisasi yang terjadi kepada Maysarakat Adat Matio menunjukkan bahwa negara dalam hal ini penegak hukum masih melakukan praktik-praktik yang kerap terjadi pada masa orde baru dimana warga desa adat secara khusus dihadapkan dengan militer.
Warga Desa Adat Matio sudah melakukan perjuangan perampasan tanah adat yang dilakukan PT. TPL (dulunya Indorayon) sejak tahun 1998 hingga saat ini kerap mendapatkan intervensi dari militer.
Masyarakat Adat Matio seharusnya mendapatkan perlindungan dari militer bukan mendapatkan intimidasi dan diskriminasi apalagi kriminalisasi. Mereka ini sedang melawan korporasi besar yang telah merampas tanah leluhurnya dan negara harus hadir, ujar Arifin yang sering dipanggil Monang itu, Jumat (13/5/2016).
Di tempat yang sama, Roganda Simanjuntak selaku Ketua AMAN Wilayah Tanah Batak, mengatakan bahwa Tanah Ulayat atau tanah adat sudah diatur dalam Putusan MK No.35/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa hutan adat termasuk kategori hutan hak dan bukan hutan negara dan diperkuat kembali oleh Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2015 yang mengakui Kawasan Adat adalah Hutan Hak.
Jadi sudah jelas diatur masyarakat adat yang mendiami suatu wilayah punya kebebasan untuk menggunakan hutan atau tanahnya. Ketika PT. TPL masuk ke tanah adat milik warga Matio hal wajar mereka berontak, itu tanah leluhurnya, ujar Roganda.
Sebagai korban kriminalisasi oleh Polres Tobasa yang juga Ketua AMAN Tobasa, Hotman Siagian mengaku bahwa tanah adat Matio sudah ditempati oleh leluhurnya lebih dari 300 tahun lalu. Dibuktikan dengan adanya makam leluhurnya, Ompu Tumpanan yang disekelilingnya sudah ditanami pohon ekualiptus.
Kedatangan TPL atau Indorayon ke daerah kami pada tahun 1986 berharap memberikan penghidupan ekonomi yang baik justru malah menyengsarakan kami. Tanah kami dirampas dan kami semakin miskin, ujarnya.
Hotman mengaku dijadikan tersangka atas perkara menblokade jalan umum dan dianggap menjadi provokator di desanya, padahal menurutnya tanpa digerakkan warga Dusun Matio sudah pasti menutup seluruh akses khusus bagi PT. TPL.
Saya dijadikan sebagai tersangka merasa heran, karena belum pernah diperiksa sama sekali dan dengan dua kasus yang berbeda. Jalan yang kami blokir itu pun khusus kendaraan TPL yang sudah merampas tanah kami, kalau untuk yang lain kami bebaskan dan polisi pun tidak kami halangi, tegasnya.
Hotman bersama rekannya Parasian Siagian dan Parlindungan Siagian akan dipanggil oleh Polres Tobasa pada Senin 16 Mei 2016 atas kasus menghalangi akses jalan umum. Sebelumnya dipanggil sebagai saksi atas kasus melakukan perkebunan tanpa izin namun tidak dipenuhi karena kesalahan penulisan tanggal dan hari pemanggilan oleh Polres Tobasa. (Ded)
{adselite}