MENARAnews, Sampit (Kalteng) – Sengketa lahan PT Intiga Prabhakara Kahuripan dari Makin Gruop semakin memanas. Lahan sawit yang disengketakan di Desa Penda Durian, Kecamatan Mentaya Hulu ini masih terbengkalai dan tidak dipanen. Kegiatan panen juga sempat akan dilaksanakan pihak perusahaan, namun terhenti karena warga meminta agar lahan yang disengketakan tidak boleh dipanen.
Warga yang datang bersama para tokoh masyarakat menuju kantor besar PT. IPK, pada hari Kamis (28/04/2016) sekitar pukul 07.00 WIB lalu, terpaksa menghentikan aksi panen dari pihak perusahaan. Dengan adanya kejadian tersebut pihak Polsek Mentaya Hulu segera melakukan mediasi kedua pihak.
Ditengah proses mediasi Damang Adat Mentaya Hulu, Hartono selaku pemberi ijin perawatan (termasuk panen) lahan yang tertuang dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh pihak perusahaan dan Damang Mentaya Hulu ini, menegaskan dirinya sebagai Damang Adat, tetap memegang dan berpatokan kepada Surat Pernyataan yang sudah ditandatangani oleh dirinya dan pihak perusahaan tersebut.
“Saya sendiri sebabagai Damang Adat tetap memegang tehuh keputusan ini, menimbang adanya kasus pencurian yang terjadi, saya ambil keputusan ini secara bijak dan adil demi kepentingan bersama,” tegasnya
Diketahui, sebelumnya rapat mediasi juga dilaksanakan di kantor Kedamangan baru – baru ini, dimana kedua pihak di undang oleh Damang Adat untuk membahas permintaan perusahaan yang di ajukan kepada Damang, yakni menyangkut ijin panen 10 hari, dengan membayar uang 40 juta untuk Desa setempat.
Hal ini ditentang langsung oleh Kepala Desa Penda Durian, Heriansyah yang sebelumnya tidak dapat hadir lantaran berhalangan. Menurut Heriansyah surat pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai landasan dalam penyelesaian sengketa lahan, karena tidak ada persetujuan warga didalamnya.
Heriansyah juga menilai undangan dalam pertemuan sebelumnya yakni pada tanggal 26 April 2016, adalah undangan diskusi, bukan dalam rangka mengambil kesimpulan dan penyampaian pernyataan.
“Saya mengharagai sepenuhnya kebijakan pak Damang, namun saya selaku Kepala Desa Penda Durian, mewakili warga desa menyatakan surat pernyataan yang ditanda-tangani oleh Damang dan pihak perusahaan itu bukannya menolak, namun tidak sepakat.”tegasnya
Sementara itu, tokoh masyarakat Desa Penda Durian, Husin dalam mediasi menyatakan bahwa berdasarkan hasil keputusan pada rapat dengar pendapat antara pihak PT. IPK dan warga pada 15 Maret 2016 lalu, menegaskan pihak perusahaan tidak akan melakukan kegiatan produksi di lahan yang disengketakan tersebut, begitupun sebaliknya pihak warga.
“Untuk itu kami meminta penyelesaian masalah dengan adil, dan kami tegaskan kembali kami menolak surat pernyataan ijin panen atau perawatan yang diminta oleh pihak management PT. Makin ini,” tegasnya
Menanggapi hal tersebut Herry Suharyanto perwakilan management PT. IPK membenarkan bahwa pihak perusahaan memberikan surat kepada damang terkait buah sawit di lahan yang dipersengketakan tersebut banyak dicuri oleh orang yang tidak diketahui.
Selanjutnya pada 23 April 2016, Damang dan pihak perusahaan telah melakukan survei ke lapangan dan menemukan beberapa temuan buah sawit yang dicuri.” Hasil survei itu kemudian kami bahas dalam pertemuan pada 26 April 2016 Tindakan kami tersebut merupakan upaya pihak perusahaan dalam mematuhi hukum adat.” katanya
Hal yang sama juga disampaikan Tokoh masyarakat lainnya, Harahab yang menegaskan kalau tuntutan pihaknya bukan permasalahan kebun atau isi diatas tanah, melainkan lahan seluas kurang lebih 2500 hektar yang pada 2003 waktu lalu sudah disepakati kedua pihak untuk dijadikan lahan mitra dan disepakati oleh pihak terkait.
“Kalau bicara masalah kerugian, apakah kami juga tidak rugi pak, bayangkan 13 tahun kami menunggu, dan sampai saat ini tidak ada penyelesaiannya,” ungkapnya.
Kapolsek Mentaya Hulu yang juga bertindak sebagai mediator, Iptu Afif Hasan menutup mediasi karena menilai tidak akan ada pemyelesaian jika mediasi terus dilanjutkan.
“Intinya belum ada kesepakatan” tutupnya. (K/HIdayat)
Editor : Raudhatul N.
{adselite}