MENARAnews, Medan (Sumut) – Aliansi Sumut Bersatu (ASB) menggelar roadshow pemutaran film dokumenter ‘Pnghayat Kepercayaan/Agama Leluhur’. Film tersebut menceritakan bagaimana kondisi penghayat kepercayaan dan agama leluhur di Indonesia.
Setelah pemutaran film, ASB juga menggelar diskusi bersama Laboratorium Antropologi FISIP USU. Dalam diskusi tersebut disimpulkan bahwa inklusi sosial yang terjadi pada penghayat kepercayaan/agama leluhur adalah salah satu bukti bahwa Demokrasi di Indonesia lahir dipaksakan dan tidak berdiri tegak.
Diskusi tersebut diisi oleh beberapa pembicara antara lain Afifudin Toha dari Yayasan Satunama Yogyakarta, Verianti Sitohang dari ASB dan Kabid Data Disdukcapil Kota Medan Maya Fitriati.
Afifudin dalam paemaparannya mengatakan, saat ini eksistensi dari penganut kepercayaan sudah semakin nampak. Namun masih banyak hak mereka yang belum terpenuhi.
“Mereka ada, eksis sebagai warga negara, tapi tidak terlihat dalam radar hak politik, sosial, dan ekonomi. Mereka tidak mendapatkan hak politik, sosial, dan ekonomi secara adil,” kata Afifudin, di Ruang Magister FISIP USU, Jumat (29/4/2016).
Statemen ini semakin dikuatkan oleh data yang dimiliki oleh ASB. “Parmalin ada 373 jiwa di 10 kecamatan di Medan dan Deli Serdang. Ugamo bangso batak ada 90 jiwa di Medan dan 31 di Deli serdang. Gerakan kami ini tidak hanya sekedar advokasi tapi juga ingin membangkitkan sisi-sisi kemanusian kita,” Beber Veri.
Namun demikian, perwakilan dari Disdukcapil berkilah bahwa pemerintah telah memfasilitasi para penghayat.
“Seluruh warga negara dapat hak yang sama. Kami berkomitmen bahwa aliran kepercayaan itu sudah kita fasilitasi baik penerbitan KTP maupun KK,” Pungkas Maya Fitriati. (yug)
{adselite}