MENARAnews, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merasa yakin bahwa kasus pembunuhan pegiat hak asasi manusia, Munir Said Thalib bisa kembali dibuka. Pasalnya, Kontras bersama Istri Munir, Suciwati melakukan pendaftaran permohonan sengketa informasi terhadap laporan penyelidkan Tim Pencari Fakta (TPF).
‘Kami mendaftarkan laporan penyelidikan TPF ke Komisi Informasi Pusat,” kata Staf Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras, Satriao Wirataru, Kamis (28/04/2016)
Satrio mengungkapkan permohonan sengketa informasi tersebut bertujuan untuk mendesak Presiden Joko Widodo segera membuka laporan itu. Hal ini dikarenakan, isi hasil penyelidikan TPF tidak pernah diumukan kepada masyarakat, walaupun dokumen itu sudah diserahkan ke Presiden sejak 11 tahun yang lalu.
“Dokumen hasil penyelidikan TPF ini berpotensi besar untuk membuka kembali kasus pembunuhan Munir,” kata Satrio.
Satrio berpendapat bahwa persidangan kasus Munir sebenarnya tidak menyentuh aktor intelektual yang memiliki kekuasaan dan posisi yang lebih strategis. Ia menilai dua pelaku lapangan, yaitu Pollycarpus dan Muchdi tidak memiliki motif dan kekuasaan untuk membunuh Munir. Hal ini disebabkan metode pembunuhan Munir bersifat sistematis, jadi tidak mungkin hanya dilakukan oleh mereka berdua. “Saya yakin ada pelaku lain yang memiliki kekuasaan dan posisi lebih strategis agar kasus pembunuhan tersebut sulit diungkap,” katanya.
Satrio mengungkapkan dokumen hasil penyelidikan TPF memberikan petunjuk siapa sebenarnya otak kasus pembunuhan Munir. Ia mengatakan Kontras selama ini telah melakukan upaya membuka dokumen. Kontras telah melakukan berbagai upaya untuk mendesak pemerintah, seperti melakukan audiensi dan kampanye saat Komisi Informasi belum terbentuk. Kontras juga pernah mengadakan pertemuan dengan pemerintah.
Selain itu, Kontras juga pernah mengirim surat permohonan kepada pemerintah untuk membuka dokumen TPF ke publik. Alih-alih mendapat tanggapan, Sekretariat Negara justru memberikan jawaban yang tidak logis. “Mereka mengatakan tidak memiliki dokumen itu,” ungkap Satrio.
Padahal, menurut Satrio, dokumen itu sebenarnya sudah secara resmi diserahkan kepada Presiden sejak 11 tahun yang lalu. Saat itu, Sekretariat Negara menjadi saksi penyerahan dokumen tersebut. Respon tersebut, membuat Kontras mengirimkan surat keberatan, namun hasilnya Kontras tetap menerima jawaban yang sama. “Respon yang tidak logis itu membuat kami memutuskan untuk mendaftarkan dokumen TPF ke Komisi Informasi,” katanya.
Satrio menjelaskan, proses ini membutuhkan waktu sekitar enam bulan agar permohonan sengketa informasi dikabulkan. Setelah itu, Komisi Informasi akan memanggil pihak pemohon dan termohon untuk melakukan pertemuan. Nanti akan ada proses mediasi dan sidang yang harus dilalui.
Seperti diketahui, Munir tewas saat akan menuju Belanda. Ia diracun menggunakan racun arsenik. Penyelidikan terhadap kasus pembunuhan ini berhasil mengungkap pelaku, yaitu Pollycarpus, pilot pesawat Garuda, dan dan seorang Deputi Badan Intelijen Negara yang juga merupakan mantan Komandan Kopassus TNI AD, Muchdi Purwoprandjono. Pollycarpus dinyatakan bersalah dan dihukum 14 tahun penjara, namun kemudian bebas bersyarat stelah 8 tahun menjalani hukuman. Sedangkan Muchdi terlepas dari ancaman hukuman karena saksi kunci, Budi Santono, mencabut keterangannya. (ADF)
{adselite}