MENARAnews, Palembang (Sumsel) – Pemangkasan terhadap dana bagi hasil migas (DBH) yang mencapai Rp 800 Miliar menjadi pertanyaan besar bagi anggota dewan Sumsel. Dengan itu Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) akan mengunjungi Direktorat Jenderal Perimbangan keuangan Pusat dan daerah Kementrian keuangan dalam waktu dekat guna menpertanyakan hal tersebut.
Diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPRD Sumsel, Agus Sutikno, rencananya Kamis nanti pihaknya akan ke Jakarta guna mempertanyakan hal itu. “ Hari kamis ini nanti kami mau kesana mempertanyakan hal tersebut ke pusat,” ujar dia (6/4).
Menurut Agus, pemangkasan itu telah membuat persoalan hingga terjadi penunggakan di beberapa bidang pembangunan yang telah di siapkan. “ Kenapa Menteri Keuangan tidak bayar DBH pasti ada sesuatu masalah,” katanya.
Agus menilai, efisiensi yang dilakukan pihak pemprov Sumsel, merupakan memangkas yang jumlahnya sedikit untuk menyamakan nilai yang tidak terealisasi.
”Seperti contoh kalau DBH kita tidak terealisir Rp 522, nilai itu merupakan penuruanan. Yang akan berdampak pada perlambatan pembangunan. Kenyataannya penurunan itu terjadi karena dampak penurunan minyak mentah , tetapi tidak terjadi penurunan harga gas. Ini bakal berakibat fatal pada penurunan nilai bagi hasil tersebut dalam progress pembangunan,” beber politisi PPP ini.
Pengurangan dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas pusat ke Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang mencapai Rp800 Miliar menjadi perhatian khusus anggota DPR RI Dapil Sumsel. Sebab, hal ini menyebabkan sejumlah program di Bumi Sriwijaya ini menjadi tertunda, dikurangi dan bahkan sampai di batalkan.
“Jika memang itu hak Provinsi, maka akan kita perjuangkan di pusat,” kata ketua komisi VI DPR RI, Ir Hafisz Tohir kemarin saat di Palembang.
Dia menjelaskan, dirinya belum mengetahui atas pengurangan tersebut, sebab selama ini Pemprov langsung berurusan dengan kementrian atau institusi terkait di pusat. “Kita akan minta data itu, kemudian menanyakan ke Komisi 7, ESDM dan Dirjen Perimbangan pusat-daerah Kemendagri. Kita akan perjuangkan,” tegas Hafisz.
Hafisz menerangkan, keuangan pusat mengalami devisit anggatan hampir Rp 400 T. Setelah dicarikan solusi dapat turun menjadi Rp300 T, dibawah 3 persen sebagaimana amanah UU.
“Ini memang kondisinya, sekarang kita harus tetap perjuangkan agar pembangunan di Sumsel dari pusat tidak terbengkalai dan tetap terlaksana,” tukasnya.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel, Alex Noerdin melayangkan protes terhadap kebijakan pemerintah pusat yang melakukan pemotongan dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas sebesar Rp800 miliar di tahun 2015 lalu.
“Memang harga minyak dunia mengalami penurunan yang mencapai 30 dollar Amerika Serikat per barel, sehingga kita ikut terkena imbas,” kata Alex.
Menurut Alex, penurunan harga hanya terjadi untuk minyak saja, sedangkan harga gas masih stabil. Sementara produksi minyak Sumsel hanya 20 persen jauh lebih sedikit dibanding produksi gas yang mencapai 80 persen.
“Harusnya pemotongan tersebut maksimal Rp200 miliar bukan Rp800 miliar karena harga gas tetap normal,” katanya.
Ketua DPD Golkar Sumsel ini menegaskan, seharusnya Sumsel masih ada dana bagi hasil sebesar Rp600 miliar yang harus dikembalikan oleh pemerintah pusat.
“Inilah yang sedang kita perjuangkan untuk diklaim. Pusat tidak transfaran bagi hasil ke daerah. Mudah-mudahan berhasil dan pemerintah pusat mau mengembalikan uang kita,” tutup dia. (AD)