MENARAnews, Medan (Sumut) – Program pengembangan eko pariwisata Danau Toba yang menjadi Kawasan Strategis Nasional (KSN) akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak pihak.
Pasalnya Presiden Jokowi menginstruksikan akan membangun kawasan Danau Toba menjadi destinasi wisata nasional dengan slogan ‘Monaco of Asia’. Dana pembangunan sebesar 21 Triliun Rupiah akan digontorkan untuk membangun dan membenahi infrastruktur modern dan diyakini akan menjadi incaran investor swasta nasional maupun asing untuk ikut terlibat.
Sugiat Santoso, Ketua DPD KNPI Sumut melihat ada kejanggalan dalam pengembangan proyek tersebut. Badan Otorita Danau Toba (BODT) terkesan berjalan sendiri tanpa memperhatikan posisi masyarakat terutama yang tinggal disekitaran Danau Toba.
Sugiat melihat pembangunan Kawasan Danau Toba tidak bisa dilepaskan dari kultur budaya masyarakat lokal yang sudah ada sejak lama. Moderenisasi yang tidak tertahan ditambah masyarakat yang belum siap dengan perubahan justru akan termarjinalkan.
Pembangunan Jalan tol Medan – Parapat dan 50 hotel kelas dunia akan mewarnai Danau Tiba. Namun pembangunan tersebut setidaknya memperhatikan aspek budaya lokal, nilai-nilai historis dan keberlangsungan lingkungan yang bersahabat pula.
“Pembentukan Badab Otorita Danau Toba terkesan berjalan sendiri tanpa melibatkan masyarakat. Dimana posisi masyarakat yang notabenenya akan menjadi tuan rumah ‘Monaco of Asia’ itu,” ujarnya dalam pembukaan diskusi publik yang diadakan oleh DPD KNPI Sumut di Wisma Pariwisata USU, Jumat (1/4/16).
Sugiat mempertanyakan posisi masyarakat kawasan Danau Toba secara khusus dan Sumatera Utara secara umum, apakah akan menjadi penonton dan akhirnya tersingkirkan atau menjadi pelaku utama dalam meningkatkan perekonomian sekaligus menjaga keberlangsungan kearifan lokal yang ada.
Sugiat juga berharap agar masyarakat bisa mengkonsolisasikan diri sebagai kekuatan cicil society untuk mendesak pemerintah agar mempertimbangkan dengan serius pembangunan tersebut. (ded)
{adselite}