MENARAnews, Palangka Raya (Kalteng) – Kebijakan standar nasional minyak sawit atau Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dari Kementrian Pertanian RI dianggap mengancam sejumlah petani sawit khususnya petani mandiri.
Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan kwalitas minyak sawit yang dapat bersaing di pasar dunia. tidak hanya itu, Pemerintah mengharuskan pengusaha perkebunan kelapa sawit mengantongi sertifikat ISPO. Lantas bagaimana dengan petani-petani sawit kecil?.
Karyadi salah satu petani sawit yang bergerak di bidang perkebunan swadaya mandiri merasa terancam adanya standar ISPO bagi para petani-petani kecil yang selama ini belum mendapatkan perhatian Pemerintah Daerahterkait kualitas dan kuantitas dari hasil perkebunan sawit yang ditanam.
“Ini kan akibat tidak adanya perhatian dari Pemerintah, belum lagi dampak regulasi yang dirasakan petani-petani kecil yang disalahkan ketika membuka perkebunan sawit di lahan yang dilarang Pemerintah” ujar Karyadi warga Kabupaten Katingan selasa (05/04/2016) di Palangka Raya.
Ketua Pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Seluruh Indonesia (APKSIDO)/Wilayah Kalteng ini menegaskan, Pemerintah tidak pernah sama sekali memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya petani sawit mandiri, apakah lahan yang ditanamnya masuk hutan produksi, hutan lindung, HPK atau HPT.
Seharusnya Pemerintah tidak hanya memperhatikan sejumlah investor perkebunan kelapa sawit swasta saja, namun lanjut Karyadi, Pemerintah juga seharusnya adil kepada masyarakat atau petani sawit di Kabupaten/Kota.
“Tahun 2914 lahan petani sawit kecil di Kalteng sekitar 198 ribu HA. dan kemungkinan tahun 2016 sudah meningkat menjadi 400 Ha. selama ini kami tidak pernah menerima pupuk bersubsidi dari Pemerintah. Pupuk bersubsidi hanya diberikan kepada tanaman multikultural saja, sementara tanaman tahunan mana pernah” ujarnya Peria yang bekerja sebagai Anggota DPRD di Kabupaten Katingan.
Tidak hanya itu, Selama ini Pemerintah juga tidak pernah memperhatikan bibit unggul yang ditanam oleh para petani. sementara selama ini, katanya lagi, mereka hanya mendapatkan bibit standar dari penjual.
Artinya secara tidak langsung, petani-petani selama ini sudah dirugikan. seharunya hal-hal seperti inilah kata Karyadi kembali, Pemerintah bisa peka terhadap kesulitan yang dialami masyarakat.
Padahal petani-petani sawit kecil yang ada, selama ini sudah memberikan kontribusinya kepada Pemerintah baik Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah. Meski hasilnya sangat sedikit, yakni 1,4 ton per hektar dalam satu bulan dibandingkan hasil dari perusaahan besar kelapa sawit yang bisa mencapai 10 sampai 15 ton per ha.
” banyak permasalahan petani kita ini, seperti belum adanya pengetahuan cara berkebun yang benar, cara menanam dan dilahan apa yang bagus. kalau petani kah lhanya ada gambut dan pasir ditanamnya, lain kalau perusahaan, lahan gambut dan pasir ditinggal.” tutupnya. (Arliandie)
Editor : HIdayat