MENARAnews, Ambon (Maluku) – Heboh dugaan keterlibatan Wakil Rakyat DPRD Maluku dan Pejabat Daerah dalam skandal markup pengadaan lahan dan gedung kantor cabang Bank Maluku di Surabaya memasuki babak baru.
Oknum penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku balik diserang kader PDI-P dan Golkar. Kejati sebagai salah satu Lembaga Yudikatif Maluku diminta tidak bermain-main dengan data penyidikan melalui media massa guna mengeruk keuntungan pribadi dari kasus yang sedang ditangani.
Demikian simpul keterangan dari kader PDI-P dan Golkar, Hein Watubun dan Andre Betaubun kepada wartawan, Sabtu akhir pekan ini (9/4) di Ambon.
“Jangan mengambil keuntungan pribadi dari kasus yang sedang ditangani. Dimana-mana beredar pembusukan terhadap siapa saja yang diduga terlibat, selalu dimulai dari sumber resmi di internal Kejati Maluku. Saya kira ini sangat berbahaya. Tidak ada sedikitpun klarifikasi yang disampaikan. Kasihan pihak-pihak yang disebut. Mereka seperti mengalami pembunuhan karakter,” tegas kader PDI-P Hen Watubun.
Dia geram membaca gelagat ketidakberesan penanganan kasus dugaan mark up lahan dan gedung kantor cabang Bank Maluku di Surabaya yang ditangani Kejati Maluku saat ini.
“Penetapan tersangka baik Pak Idrus Rolobessy dan Pak Pedro Tentua Thenu kami beri apresiasi yang tinggi. Namun pada saat yang bersamaan, penyidik tidak perlu puas dan merasa benar dengan cara-cara mereka melepaskan data penyidikan kepada media. Bocornya informasi ke media memperlihatkan di internal penyidik masih ada oknum jaksa sontoloyo,” kesalnya.
Menurut Watubun, terdapat kejanggalan dalam cara pembentukan opini yang diberitakan sejumlah media lokal di Ambon yang menyeret nama Walikota Ambon Richard Louhenapessy.
Media massa, kata Watubun, begitu enteng menyebut sumber resmi di Kejati Maluku. Selain itu, terdapat beberapa anggota Partai PDI-P dan Golkar di DPRD Maluku, dimulai dari sumber resmi di Kejati Maluku.
“Ada apa sebenarnya dengan oknum-oknum penyidik seperti ini? Saya ingatkan jadilah penyidik yang profesional tanpa perlu membuang data menjadi bola salju merusak karakter orang lain melalui pemberitaan di media. Ini kerja-kerja oknum jaksa sontoloyo,” kecamnya.
Senada dengan Watubun, kader Golkar Andre Betaubun mengatakan, penyidik mesti berhati-hati dalam penanganan kasus Bank Maluku. Artinya, penanganan yang sudah berjalan agar lebih profesional, dan tidak menerapkan praktek belah bambu.
“Aneh kalau setiap hari media menulis dugaan keterlibatan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dengan sumber resmi di Kejati Maluku. Wah kalau semua oknum penyidik menggunakan cara-cara seperti ini akan sangat berbahaya. Ingat, saat ini sedang dalam suasana menyambut Pilkada Kota Ambon tahun 2017. Dinamika politik begitu deras bergulir sehingga jangan sampai muncul penilaian kasus ini sengaja menghabiskan Walikota Ambon atau muncul image politik berdasi hukum. Penyidik harus sadar soal ini. Beri keterangan secara tegas dan resmi jangan media berlindung dibalik sumber resmi internal Kejati Maluku,” sesalnya.
Betaubun mengatakan, sumber resmi di internal Kejati Maluku yang enggan dikorankan adalah cara-cara kotor menghabisi seseorang yang diduga terlibat.
“Kalau Kajati Jan S. Maringka yang bilang ya tulis saja Kajati. Kalau itu penyidik ya tulis siapa nama penyidik secara jelas. Jangan penyidik hanya mau berlindung dibalik kalimat sumber resmi di Kejati yang tidak mau namanya ditulis. Kasihan pihak-pihak yang dirugikan seperti Walikota Ambon sebagai salah satu pemegang saham,” ketusnya.
Betaubun mempertanyakan, alasan sumber resmi di Kejati Maluku tidak berani menyebut nama Gubernur Maluku Said Assagaff sebagai salah satu pihak. Padahal, Gubernur Maluku, adalah PSP atau pemegang saham pengendali di Bank Maluku.
Menurutnya, sudah saatnya Kajati Maluku, Jan S. Maringka menertibkan anak buahnya agar tidak menjadi bola salju merusak bahkan membunuh karakter seseorang.
Baik Watubun maupun Betaubun menyambut positif penanganan kasus yang sedang berjalan tetapi sebaiknya stop dengan cara-cara pengecut.
Lebih baik diam seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terlihat seperti tidak bekerja tetapi hasilnya maksimal. Sebab, semua pelaku diciduk dalam operasi tangkap tangan.
Berbeda dengan yang dilakukan kejaksaan, terlihat bekerja susah payah tetapi hasilnya tidak maksimal. Watubun dengan istilah, “Jemput cari bola atau bola memang cari lubang,” pungkasnya.
Sedangkan Betaubun menggunakan istilah jaksa dalam posisi pilih yang mana, “jerat cari mangsa atau sebaliknya mangsa siap karena tahu ada jerat”.
Kader banteng moncong putih PDI-P dan beringin Golkar ini meminta penyidik untuk tetap fokus bekerja tuntaskan masalah dan tidak seenaknya melempar bola salju ke publik.
“Siapa saja apakah itu pihak internal bank, pihak pemegang saham, rekanan dan terkait lainnya kalau dalam proses hukum terbukti bersalah ya dituntaskan tetapi jangan menggunakan cara-cara sontoloyo merusak nama baik seseorang,” kritik Hen Watubun.
Sedangkan Andre Betabun mengingatkan jangan sampai terbetik gelagat adanya kriminalisasi. Pasalnya, inti kriminalisasi adalah orang yang tidak mempunyai niat dan perbuatan jahat untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, tetapi ada kerugian negara dan diproses dengan Undang-undang Tipikor.
“Cari tahu secara pasti mens rea dan actus reus. Saya kira penyidik lebih paham,” pungkasnya. (RM)
{adselite}