MENARAnews, Sentani (Papua) – Nasib malang dialami Lidya Kogoya, bayi berumur 2 tahun 3 bulan penderita Hidrosefalus (kelebihan cairan di kepala). Akibat kekurangan biaya, Lidya hanya di rawat di rumah oleh neneknya di Kampung Sereh Pos 7 Kabupaten Sentani, Jayapura.
Hiber Wenda (54) nenek yang merawat Lidya, saat ditemui di kediamannya mengatakan bahwa gejala hidrosefalus yang diderita Lidya diketahui sejak lahir. Hiber melihat adanya kelainan pada ukuran kepala Lidya yang lebih besar dari ukuran tubuhnya saat kelahiran.
“Waktu lahir kepalanya seperti air yang diisi di dalam kantong plastik. Ia tidak bisa tidur dan tidak seperti manusia,karena mukanya lain dan tidak normal,”ujarnya. Kamis (7/4/2016).
Hiber mengatakan bahwa dahulu banyak orang yang datang lalu menyuruhnya untuk membuang Lidya, namun ia tidak mau. Lidya adalah cucunya dan dia menyayanginya dan siap menerima dan merawatnya.
“Dulu orang bilang saya buang saja, tapi karena dia masih bisa makan dan bergerak saya rawat dia. Saya sayang saya punya cucu,“ucapnya.
Seiring pertumbuhannya ukuran kepala Lidya semakin membesar dan akhirnya Hiber putuskan untuk membawa Lidya ke Rumah Sakit terdekat.
“Akhirnya saya ke di RSUD Yowari Sentani dan para dokter yang memeriksanya mengatakan bahwa Lidya menderita hidrosefalus dan menyarankan agar Lidya dioperasi, namun karena keterbatasan biaya maka niat untuk operasi batal dilakukan, “keluhnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Hiber hanya mengandalkan hasil penjualan Noken (Tas anyam khas Papua) yang hanya bisa mencukupi makan dalam sehari. Sedangkan biaya operasi Lidya masih jauh dari cukup.
Setelah ditelusuri, ternyata nenek Hiber dan Lidya merupakan orang asli Papua yang tidak memiliki jaminan kesehatan dari pemerintah. Menurut peraturan di dalam Kartu Papua Sehat (KPS), padahal harusnya wajib, dan meski tanpa memiliki kartu, Lidya bisa di rawat.
Nenek Lidya berharap cucunya segera di operasi, karena semakin lama usia Lidya semakin bertambah dan berdampak juga pada kepala Lidya.
“Saya tak punya biaya untuk operasi,saya tak mampu menyediakan dana yang begitu besar. Buat makan sehari-hari saja sulit. Saya juga tidak punya Kartu Papua Sehat (KPS,red), jadi ya kita pasrah,” katanya, dengan tampak raut kesedihan di wajahnya.
Lidya merupakan anak yatim karena sang ibu meninggal saat melahirkan, sedangkan ayahnya tak ada kabar kemana perginya.(Surya)
{adselite}