MENARAnews, Medan (Sumut) – DPD KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Sumut menggelar diskusi publik membahas keberadaan Badan Otorita Danau Toba (BODT) dalam program pengembangan pariwisata di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara (1/4/16).
Ketua Panitia, Walid M. Sembiring mengatakan bahwa perbincangan untuk mengadakan diskusi tersebut berawal dari kedai kopi dan mengingat bahwa BODT juga menjadi sorotan nasional.
Diskusi menghadirkan narasumber Prof Hamdani Batubara (Pakar Antropologi USU), Ir Gagarin Sembiring (Ketua Ikatan Geologi Indonesia), Dr Maruli Siahaan (Tokoh Masyarakat), Sama Hutajulu SH (Ketua Komisi A DPRD Sumut) dan Drs Wilmar Simanjorang (Dewan Pakar Geopark Danau Toba).
Pemaparan Prof Hamdani mengatakan bahwa pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba harus memperhatikan RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) tentunya melibatkan peran masyarakat.
Dia menambahkan bahwa 7 Kabupaten yang melintasi Danau Toba terlihat sulit bersatu karena perbedaan kultur masing-masing daerah. Tidak adanya sinkronisasi antar daerah untuk membangun wisata membuat semuanya ingin memajukan daerah masing-masing.
Gagarin Sembiring juga mengatakan sejak menjadi bagian dari Geopark (Taman Bumi) Internasional oleh UNESCO, Danau Toba dijadikan sebagai model pembangunan berkelanjutan (sustainable development) terkhusus pada pariwisata dan konservasi alam.
“Sebenarnya butuh waktu dua tahun untuk membangun infrastruktur dari sekarang untuk menjadikan Danau Toba ini sebagai bagian dari Geopark,” ujarnya.
Ia juga menilai saat ini yang dibutuhkan adalah infrastruktur, kehadiran BODT sebagai hardware dan masyarakat sipil sebagai softwarenya.
Sama Hutajulu beranggapan bahwa pembangunan Kawasan Danau Toba sangat elitis. Hal itu dilihat dari pembentukan BODT hanya melibatkan elit semata tanpan melihat dimana posisi masyarakat sebagai subjek yang menjalankan.
Sarma juga melihat kewenangan yang dimiliki BODT saat ini akan memicu konflik Sumber Daya Alam (SDA). Pemerintah dalam hal ini 7 Kabupaten yang melingkari Danau Toba juga belum siap untuk menjalankan program pengembangan kawasan tersebut. Ditambah lagi masyarakat yang didominasi sebagai petani serta pengaruh kultur lokal harus diberikan penyuluhan sadar wisata sehingga bisa lebih menerima orang luar sebagai tamu yang harus dilayani.
“Yang kita lakukan sebenarnya bagaimana mendorong masing-masing Pemerintah Kabupaten untuk melakukan pemberdayaan masyarakat agar lebih memahami konsep pariwisata yang akan ditawarkan kepada wisatawan,” kata Sarma. (ded)
{adselite}