MENARAnews, Palangka Raya (Kalteng) – Masih ingatkah berita tentang, Rahman warga Desa Kapuk Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang menjadi korban penganiayaan, oleh security (satpam) perkebunan sawit PT Mentaya Sawit Mas (Wilmar Group asal Singapura), yakni peristiwa yang terjadi pada Sabtu (23/1/2016) lalu, dimana akibat penganiayaan itu Rahman mengalami luka lembam di bagian tubuh yang diduga akibat bacokan serta luka sayatan senjata tajam di bagian telinganya. Berdasarkan pemberitaan selama ini, korban dikeroyok puluhan security PT MSM karena diduga telah melakukan pencurian 30 janjang sawit milik perusahaan.
Kronologis kejadian itu bermula saat korban bersama rekannya Abdi sekitar pukul 15.00 WIB melintas di areal perkebunan sawit milik PT MSM dengan menggunakan mobil pick up. Tidak lama berselang ada dua mobil Hilux Double Cabin yang berisikan regu security PT.MSM terlihat mengejar mobil yang dikemudikan Abdi bersama korban.
Singkatnya, para Satpam tersebut menghadang laju kendaraan korban di wilayah Desa Pantap. Diceritakan, puluhan security tersebut memaksa korban bersama rekannya turun dari kendaraan dan menuduh korban mengambil buah sawit milik PT MSM. Tidak lama kemudian korban diduga dibacok pada bagian punggung dan dibelakang telinga. Singkat cerita, setelah usai menganiya korban dan Abdi, lalu security menyerahkan mereka berdua ke Polres Kotim.
Nah, buntut dari pengeroyokan yang dilakukan security PT.MSM, terkhususnya kepada Rahman yang diduga mengalami bacokan termasuk sampai robeknya daun telinga akibat tebasan, kini peristiwa tersebut kian melebar, dan memunculkan indikasi adanya pelanggaran HAM, seperti yang dilontakan oleh LSM Betang Hagatang Kalimantan Tengah (BHKT).
“Indikasi HAM nya adalah pengeroyokan, pembacokan dan pemotongan telinga Rahman oleh security PT MSM dan yang kedua adalah perampasan lahan masyarakat oleh Wilmar Group,”ungkap Ketua LSM BHKT, Karliansyah, dalam salinan suratnya kepada Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng.
Tidak hanya itu, LSM BHKT juga mengadukan ada kejanggalan atas penangkapan dan proses hukum terhadap Rahman oleh Polres Kotim.
Selain LSM BHKT, buntut lain dari peristiwa tersebut juga datang dari warga Desa Pantap Kecamatan Mentaya Hulu-Kotim yang menyebutkan PT. Bumi Sawit Kencana (PT.BSK) yang juga merupakan perusahaan dari Wilmar Group, juga memiliki sikap arogan dalam menguasai lahan warga, serta intimidasi yang dilakukan oleh security untuk menekan warga.
“Dalam kasus sengketa lahan dengan perusahaan, warga sering ditekan dan diintimidasi, setidaknya ada tiga warga Desa Pantap juga pernah dikeroyok oleh security PT.BSK pada tahun 2013,”ungkap Basrun, Kepala Desa Pantap, dalam aduannya yang disampaikan ke pihak DAD Kalteng.
Senada dengan Basrun, Kepala Desa Kapuk Kecamatan Mentaya Hulu-Kotim,Dedi S. juga menyampaikan kerisauan mereka dengan sikap arogansi serta intimidasi yang dilakukan oleh security perusahan-perusahaan Wilmar Group tersebut.”Terkesan hukum itu milik mereka, hukum itu bisa diatur tanpa mau kompromi,”ujar Dedi.
Peristiwa adanya dugaan pengeroyokan , penganiayaan, pembacokan dan pengirisan telinga Rahman juga membuat Kerapatan Bersama Mantir Adat Desa Pantap dan Desa Kapuk, menggelar sidang adat.
“Setidaknya ada tujuh point putusan, salah satunya memutuskan denda adat sebesar Rp 250.750.000, yang harus dibayarkan PT MSM kepada keluarga ahli waris Rahman,”ungkap Ahmad Kusasi anggota Kerapatan Mantir Adat Desa Pantap dan Desa Kapuk, melalui surat yang disampaikan kepada DAD Kalteng.
Selain point tersebut, point lainnya dalam suratnya yang disampaikan, kerapatan mantir juga mengetengahkan pelanggaran adat lainnya oleh PBS Wilmar Group, yang antara lain menyebutkan minimnya kepedulian Wilmar Group terhadap warga desa sekitar kebun, termasuk perlakuan intimidasi, penindasan dan kekerasan secara berulang-ulang terhadap masyarakat adat selama 10 tahun terakhir oleh perusahaan yang beraliansi dengan Wilmar Group.
Menyikapi peristiwa sekaligus tuntutan warga Desa Pantap dan Desa Kapuk tersebut, Ketua DAD Kalteng, Sabran Achmad mengatakan, akan mendukung serta siap menindaklanjuti putusan Kerapatan Mantir Adat Desa Pantap dan Desa Kapuk maupun putusan Damang Kepala Adat Kecamatan Mentaya Hulu Kotim.
“Ya, sebaiknya sanksi adat harus diberlakukan serta diberikan secara tegas, terlebih sudah terbukti banyaknya kasus pelanggaran adat lainnya oleh PBS Wilmar Group,”ungkap Sabran.
Sesepuh Kalteng ini juga meminta agar, pihak kepolisian bersifat arif serta adil dalam menjalankan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. “Hendaknya aparat, jangan menimbulkan tafsiran yang menjadi salah di mata masyarakat, terlebih ada kesan melindungi pelanggaran yang dilakukan oleh PBS Wilmar Group,”tandas Sabran menegaskan. (Agus Fataroni)
Editor : Raudhatul N.
{adselite}