MENARAnews, Palangka Raya (Kalteng) – Mencuatnya rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang kemudian diikuti dengan rekomendasi Penjabat Gubernur Kalimantan Tengah Hadi Prabowo Kepada Wali Kota Palangka Raya HM Riban Satia untuk mencabut SK pencopotan para pejabat pemerintah kota setempat yang dilakukan pada Maret 2015 lalu, mendapat perhatian banyak pihak. Terlebih Pj.Gubernur memberi batas waktu 30 hari kepada Wali Kota Palangka Raya HM Riban Satia untuk segera mencabut SK pencopotan tersebut.
Menyikapi hal tersebut Stap Ahli Walikota Palangka Raya Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik, Yohn B.G Pangaribuan, meminta semua pihak tidak perlu gembar gembor soal tersebut. Yang perlu dipahami kata dia, adalah bagaimana mengartikan arti rekomendasi tersebut, baik dari pihak KASN maupun Gubernur, ataupun menyalahartikan ancaman Gubernur yang mengajukan kepada Menteri Dalam Negeri pencopotan para pejabat pemerintah kota yang dinilai salah oleh Walikota HM.Riban Satia.
“Rekomendasi itu, bukan semerta-merta sesuatu yang lalu diasumsikan kondisi yang rentan atau alamat tidak baik, melainkan hanya sebatas perlu adanya keselarasan dalam menyamakan persepsi suatu hal yang selama ini bertolak belakang, jadi tidak perlu digembar-gemborkan,” ungkap Yohn, saat dibincangi di ruang kerjanya, Selasa (15/3/2016).
Menurutnya, setiap sistem pemerintahan pada semua tingkatan memiliki etika birokrasi masing-masing. Sebut saja Gubernur sebagai Pembina semua Aparatur Sipil Negara (ASN) di semua provinsi, begitupula bupati atau walikota memiliki hal yang sama, terutama dalam mengambil keputusan ataupun kebijakan.
“Ya, bila kita lihat rekomendasi gubernur kepada walikota, itu ibaratnya seperti bapak dengan anak. Bapak ingin menanyakan sesuatu kepada anak, meskipun ada silang pendapat disitu. Terlebih masing-masing memiliki pembantu dalam hal ini, instansi teknis atau instansi terkait. Karenanya bisa saja cara pemikiran terkait persoalan pencopotan para pejabat pemerintah kota, selalu ditafsirkan dalam arti lain. Meskipun secara birokrasi pemko menyatakan telah menjalankan sesuai aturan. Karenannya ini yang perlu disamakan persepsinya,”ujar Yohn.
Harus diakui tambah dia, saat ini, etika birokrasi kepegawaian pada suatu pemerintahan semakin rumit.”Coba tengok saja istilah ASN, itu baru saja mulai dimunculkan untuk menggantikan istilan PNS. Tidak hanya itu, seiring tajamnya birokrasi dan sisitem pelaksanaan pemerintahan, maka munculah komisi-komisi yang bergerak sebagai pemandu jalannya etika birokrasi. Ya, sepereti KASN,”tukasnya.
Perlu diingat tambah dia, KASN itu sendiri adalah komisi yang baru saja dibentuk pemerintah, bila melihat acuannya, KASN, baru bisa melakukan tugas dan fungsinya pada tahun 2016. Sehingga, tanpa mempersempit apa yang telah dilakukan KASN terhadap masalah mutasi dilingkungan Pemko Palangka Raya, belum secara layak dilakukan, sebab mutasi itu sendiri dilakukan sejak Maret 2015.
Bila dirunut, kebijakan yang diambil wali kota pada saat melakukan pencoptan maupun mutasi, tentu wali kota memiliki pandangan dan pegangan lain. “Ya, awalnya pada jabatan lama saya adalah kabag organisasi setda, belakangan saya diminta mengikuti proses yakni job fit melalui asesmen. Nah, disini bukan berarti pemerintah kota tidak melalui proses dalam hal pergantian posisi birokrasi. Untuk persoalan ini, intinya perlu kesepahaman saja,”tuturnya.
Walikota tambah dia, tentu memiliki alasan tersendiri dalam menmgambil keputusan, terlebih juga didahului dengan berbagai pertimbangan dari berbagai sudut pandang etika birokrasi.”Ya, secara persis tentu kita belum tau apakah etika birokrasi itu benar-benar tepat sehingga dapat meyakinkan wali kota dalam mengambil keputusan.
Semuanya perlu diselaraskan dalam pemahaman. Namun juga perlu diingat, Wali Kota sudah pasti mempunyai hak serta wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga perlu untuk dihormati keputusan yang diambil,” katanya. (Agus Fataroni)
Editor : Raudhatul N.
{adselite}